REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Yon Mahmudi mengaku heran dengan aksi KPK kali ini.
"Tak ada angin tak ada hujan kok tiba-tiba petinggi PKS ditetapkan sebagai tersangka, hanya karena pengakuan sepihak yang tertangkap tangan," katanya.
Ia juga mempertanyakan apakah KPK tidak perlu konfirmasi atau konfrontasi untuk membuktikan kesaksian valid atau palsu.
"Apakah LHI sudah dipantau sejak lama, mungkin disadap komunikasinya dan diselidiki gerak-geriknya selama ini terkait kasus impor daging?," kata dosen FIB UI itu.
Yon Mahmudi yang pernah menulis disertasi tentang PKS di Australian National University (ANU) sehingga setahu dia selama ini justru PKS mendukung gerakan antikorupsi.
"Tapi, sekarang justru sebagian pendukung KPK akan mencurigai sikap lembaga penegak hukum itu. Bahkan, masyarakat luas akan mendesak KPK untuk bertindak imparsial, agar semua tersangka dan calon tersangka diperlakukan sama," katanya.
Misalnya, kata dia, dalam persidangan kasus Hambalang disebut dalam persidangan ada Ketua Umum partai berkuasa yang terlibat, mengapa hal itu tidak segera diusut.
Untuk itu, kata dia, bukan kebetulan, koran The Jakarta Post hari Rabu (30/1) memuat laporan utama tentang penyimpangan pajak keluarga istana.
"Apa buat KPK itu bukan kasus penting, sementara tugas KPK harus menguji laporan kekayaan pejabat negara?," katanya.
Baik Sapto dan Yon melihat KPK tanpa sadar terseret arus politik yang kuat, karena saat ini memang diketahui sebagai tahun politik.