REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pascapenetapan dan penahanan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq terkait dugaan suap impor daging sapi, membuka mata yang selama ini tertutup di balik slogan partai politik (parpol) Islam.
Mengingat, selama ini parpol Islam yang melulu disajikan adalah simbol ke-Islam-an itu sendiri. Bahkan, bisa dikatakan tanpa sedikit pun melirik etika Islam.
"Partai politik (parpol) itu hanya ingin memanfaatkan masyarakat, bukan memberikan manfaat. Parpol tersebut hanya ingin mendapatkan apa yang mereka inginkan," ujar pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Muhammad Anis, di Yogyakarta, Kamis (31/1).
Menurut dia, parpol tidak memikirkan hal apa yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain, tetapi apa yang bisa mereka dapatkan. Padahal etika Islam menyatakan tangan di atas lebih baik daripada dangan di bawah.
"Jadi, yang penting adalah bagaimana parpol itu bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Parpol jangan menjadikan Islam hanya sebagai 'gincu' untuk menarik masyarakat," kata Anis yang juga Ketua Program Doktor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Sedangkan Direktur Program Pascasarjana UMY Gunawan Budianto mengatakan masyarakat sekarang semakin cerdas. Orang tidak akan berpegang pada simbol belaka, tetapi nilai apa yang bisa ditangkap parpol tersebut.
"Artinya, parpol itu bisa menjadikan Islam bukan hanya sebagai simbol, tetapi sebagai sebuah sumber moral. Jika parpol berani seperti itu, maka saya bisa nyatakan bahwa simbol Islam tersebut tidak perlu, tetapi yang diperlukan adalah etika Islam," bebernya.
Menurut dia, parpol seharusnya betul-betul melakukan proses pembelajaran Islam, sehingga mampu membuktikan Islam itu sebagai sumber moral. "Sumber itu bisa memberikan jasa moral bagi yang ada. Islam seharusnya dijadikan sumber nilai yang bisa dipakai oleh semua orang," kata Gunawan.