Sabtu 02 Feb 2013 06:52 WIB

Amnesti Internasional Minta Indonesia Atasi Kekerasan

Amnesti Internasional
Foto: Amnesty International
Amnesti Internasional

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Amnesty International khawatir dengan terjadinya kekerasan yang terus-menerus, ancaman dan gangguan terhadap para pembela hak asasi manusia di Indonesia.

Kekhawatiran badan internasional yang berkedudukan di Inggris itu disampaikan Josef Roy Benedict, Campaigner - Indonesia dan Timor-Leste Amnesty International Secretaria di London, Sabtu (2/2).

Dikatakannya Pemerintah Indonesia harus memastikan akuntabilitas atas pelanggaran HAM oleh polisi di Sumatra Selatan dan melakukan evaluasi menyeluruh selama memelihara ketertiban umum dengan memastikan memenuhi standar internasional.

Setidaknya tiga insiden terpisah sejak Juli tahun lalu yang melibatkan petani dari Kabupaten Ogan Ilir menyoroti polisi Indonesia gagal menangani operasi ketertiban umum tanpa menggunakan kekuatan berlebihan, dan bahkan mematikan.

Pada 29 Januari 2013 sekelompok sekitar 500 petani dari Kabupaten Ogan Ilir, didampingi aktivis dari cabang Sumatra Selatan dari Indonesia lingkungan organisasi WALHI (Wahana Lingkungan Hidup), berbaris ke markas Polisi Daerah (Polda) Sumatra Selatan di Palembang.

Menurut laporan yang dapat dipercaya, polisi menggunakan kekerasan yang tidak perlu dan berlebihan untuk membubarkan para pengunjuk rasa, yang berusaha memasuki kompleks kantor polisi. Puluhan pengunjuk rasa terluka, dan setidaknya satu aktivis HAM dari WALHI menderita cedera kepala. Dua puluh enam demonstran, termasuk dua aktivis, kemudian ditangkap oleh polisi.

Semua, kecuali tiga orang pengunjuk rasa telah sejak dilepas, Anwar Sadat, Ketua Eksekutif WALHI Sumatra Selatan, Dede Chaniago, seorang aktivis WALHI dan Kamaludin, seorang petani.

Semuanya masih berada dalam tahanan polisi dan didakwa dengan hasutan untuk melakukan kekerasan terhadap pemerintah, kekerasan terhadap orang lain atau barang, dan penganiayaan dengan ancaman hukuman sampai enam tahun penjara.

Para demonstran memprotes tindakan polisi di Polres Ogan Ilir dan orang tak dikenal lainnya dilaporkan memasuki desa Betung dan menuntut bahwa penduduk desa meninggalkan tanah mereka. Menurut sumber, polisi menghancurkan tempat ibadah di Desa Betung sebelum pergi. Telah terjadi sengketa tanah yang sedang berlangsung antara petani dan perusahaan perkebunan milik negara di Kabupaten Ogan Ilir sejak 1982.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement