REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persidangan kasus korupsi Buol hari ini, Senin (4/2), rencananya akan diisi dengan pembacaan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta atas pengusaha Hartati Murdaya.
Tim kuasa hukum yakin, majelis hakim akan mempertimbangkan fakta-fakta yuridis yang terungkap di persidangan di mana tak ada satu pun alat bukti yang menunjukkan bahwa Hartati telah memberikan suap.
"Jika mengikuti semua persidangan, jelas unsur-unsur pasal dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti. Jadi kalau hakim mempertimbangkan fakta-fakta persidangan, maka Ibu Hartati akan divonis ringan atau malah bebas," kata anggota tim kuasa hukum Siti Hartati Murdaya, Patra M Zen, saat dihubungi, Senin (4/2).
Patra Zen mengungkapkan, berdasarkan keterangan saksi-saksi baik yang dihadirkan jaksa maupun tim kuasa hukum, terungkap bahwa dalam kasus ini terdapat dua hektare yang berbeda, yakni ada pemberian uang Rp1 miliar untuk bantuan pengamanan perusahaan yang saat itu sedang diblokade massa, dan ada pemberian uang Rp 2 miliar untuk sumbangan pemilukada untuk mantan bupati Amran Batalipu.
Di persidangan terungkap bahwa uang Rp1 miliar diperintahkan oleh Hartati untuk dibagikan kepada masyarakat meredam gangguan keamanan. Namun, tanpa sepengetahuan Hartati uang itu diserahkan begitu saja kepada Amran Batalipu. Sedangkan Rp 2 miliar dicairkan secara diam-diam dari PT HIP atas perintah Direktur Totok Lestyo tanpa persetujuan dan tanpa sepengetahuan Hartati Murdaya selaku pemilik perusahaan.
Atas ulahnya tersebut Hartati telah melaporkan Totok ke polisi atas tuduhan telah menggelapkan uang perusahaan. Di depan persidangan Totok Lestyo yang dihadirkan sebagai saksi mengakui memerintahkan uang itu diberikan kepada Amran sebagai sumbangan Pemilukada, karena Amran maju kembali sebagai Bupati Buol. "Dari fakta-fakta persidangan itu, tidak satu pun yang mengarah pada tindak pidana penyuapan," kata Patra.
Jaksa menuntut Hartati lima tahun penjara. Sedangkan mantan Bupati Buol Amran Batalipu dituntut hukuman 12 tahun penjara. Dalam persidangan sebelumnya terungkap telah terjadi penyelewengan uang perusahaan Rp 1 miliar dari yang diperintahkan oleh Hartati sebagai bantuan sosial pengamanan perusahaan namun oleh anak buahnya yang bernama Arim uang itu justru diserahkan ke Amran Batalipu.