REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tidak kaget dengan vonis hakim terhadap terdakwa Hartati Murdaya selama dua tahun delapan. Menurut dia, fenomena yang ada sekarang, hakim memutus jauh dibawah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Menurut Mahfud, vonis hakim terhadap Hartati terkesan bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. “Sensitivitas hakim luntur karena hakim terbiasa dengan uang yang bergelimang,” kritik Mahfud di Jakarta, Senin (4/2).
Namun, ia menyatakan terkait urusan Hartati itu menjadi urusan pengadilan. Hanya saja, saran Mahfud, kalau putusan itu dirasa janggal maka sudah seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding.
Tujuannya adalah agar rakyat yang melihat kejadian itu merasa mendapat keadilan. Karena kalau ketidakadilan dibiarkan maka rakyat bisa marah dan tidak percaya kepada lembaga penagak hukum. “Negara harus tegas kepada koruptor, kalau tidak negara bisa hancur,” ujar Mahfud.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) DKI Jakarta memutus terdakwa perkara korupsi Hartati Murdaya bersalah. Hartati pun harus menjalani hukuman selama dua tahun delapan bulan penjara. Selain itu, Hartati diwajibkan membayar denda senilai Rp 150 juta subsidair tiga bulan kurungan.
“Menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut,” kata ketua majelis hakim, Gusrizal dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hartati terbukti bersalah atas dakwaan pertama, yakni pasal 5 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 20/2001 juncto pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.