REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Biro Riset Infobank, Eko B Supriyanto, menilai penyaluran kredit tanpa agunan (KTA) di level 30 persen masih aman seiring pertumbuhan ekonomi nasional yang konsisten di atas enam persen. Ia juga menilai KTA di Indonesia belum bermasalah sebab di-cover oleh penghasilan tetap nasabah.
"Khususnya pegawai negeri sipil dan pegawai swasta yang mengalami kenaikan penghasilan pada 2012," kata Eko kepada ROL, Selasa (5/2). Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara menaikkan gaji PNS mulai awal Januari 2012 hingga 10 persen.
Sementara pegawai swasta, kata Eko, mengalami peningkatan upah minimum regional (UMR). Karena itu, menurutnya, meskipun BI menerapkan aturan LTV atau pembatasan kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB), itu tak akan membatasi masyarakat untuk membeli mobil. Makanya, peningkatan penjualan kendaraan roda empat tetap tinggi sepanjang 2012.
Peningkatan UMR, kata Eko, hampir selalu diikuti oleh peningkatan KTA. BI memang akan sedikit kesulitan untuk memantau KTA ini dilevel perbankan, sebab KTA nyatanya lebih dulu diberikan, baru disusul KPR atau KKB. Eko menyarankan BI perlu memperhatikan pergerakan KTA ini lebih teliti, khususnya bank-bank yang menyalurkan KTA di atas Rp 150 juta.
Ekonom Universitas Ma Chung Malang, Moch Doddy Arifianto menuturkan, BI kesulitan untuk memantau KTA sebab sifat KTA yang multipurpose. Artinya, dengan limit tertentu, sepanjang bank yang menyalurkannya tak masuk dalam daftar hitam (blacklist) BI, maka BI tak akan mempermasalahkan.
"Hitungan 1x24 jam, KTA itu bisa cair. Nasabah hanya perlu mengurus persyaratan administrasi standar, seperti kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK)," ujar Doddy. KTA akan lebih dipilih nasabah sebab mekanismenya gampang. Tak seperti kredit produktif, dimana bank lebih berhati-hati menyalurkannya dengan mengamati skala usaha satu hingga dua tahun.