REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Perdana Menteri (PM) Tunisia Hamadi Jebali mendeklarasikan pembubaran negaranya menjadi pemerintahan teknokrat seiring protes warga atas tewasnya pemimpin oposisi Chokri Belaid (48) pada Rabu (6/2) lalu.
"Setelah gagal bernegoisasi di antara kelompok terkait pembahasan perubahan kabinet, saya putuskan membentuk pemerintahan teknokrat dalam bentuk kecil," kata Jebali seperti dikutip Irish Time, Kamis (7/2).
Konsekuensi putusan tersebut membuat para menteri yang bersangkutan sudah tidak lagi menjalankan tugasnya masing-masing.
Jebali berjanji kondisi pemerintahan bakal dinormalisasi setelah pemilihan umum yang akan segera dilaksanakan. Tunisia memang tengah dilanda krisis politik beberapa pekan ini karena gonjang ganjing dalam kabinet menterinya. Termasuk, perpecahan koalisi yang dipimpin kelompok Jebali, Ennahda makin membuat runyam.
Presiden Tunisia Moncef Marzouki nyatanya telah mengingatkan sinyal perpecahan yang disinyalir akan mengakibatkan keruntuhan negaranya. Kaum sekuler dan kelompok Islam makin berjarak setelah kematian tokoh oposisi Belaid akibat ditembak oleh orang tak dkenal.
"Saat sekelompok orang menyerukan revolusi, maka kaum kontrarevolusi pasti akan terbentuk karena kehilangan kekuasaannya. Bukan hanya keluarga diktator Ben Ali yang meras terancam. Tapi ribuan orang akan terancam juga," ujar Marzouki saat ditemui di Parlemen Eropa, Strasbourg.
Jebali juga menjanjikan tercapainya stabilitas di Tunisia usai pemilihan umum. Kestabilan itu bakal tercipta lewat format para menteri yang netral. "Mereka dipilih bukan berdasarkan pilihan partai tapi dari proses adminitrasi yang netral," kata Jebali kepada AP.