Kamis 07 Feb 2013 17:45 WIB

Danai Program Nuklir, UE Jatuhkan Sanksi Bank Iran

Rep: Indah Wulandari/ Red: Dewi Mardiani
Kilang minyak Iran.
Foto: Reuters
Kilang minyak Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Pengadilan tinggi umum Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap bank Iran, Saderat, akibat dakwaan mendanai program nuklir di Teheran.

Negara-negara blok Eropa ini ternyata juga menyiapkan sanksi serupa bagi sejumlah perusahaan. Seperti perusahaan minyak, keuangan, dan asuransi yang terlibat pendanaan aktivitas uji senjata nuklir.

Situs Xinhua merilis, tuduhan keterlibatan pihak sipil dalam proyek nuklir dibantah keras. Kementerian ESDM AS, seperti dikutip Reuters, Kamis (7/2) juga ikut-ikutan memberi sanksi pada negara Mullah itu.

Satu-satunya sumber pendapatan Iran nantinya bersumber dari perdagangan minyak mentah. “Sanksi  ini bisa menekan kemampuan Iran dalam produksi minyaknya,” ungkap seorang  pejabat senior AS di Washington.

Dari data milik AS, salah satu sponsor media pemerintah Iran bernama Islamic Republic of Iran Broadcasting. Direkturnya bernama Ezzatollah Zarghami. Perusahaan yang sebelumnya berafiliasi dengan AS ini juga bakal diblokir sistem keuangannya.

Melongok langkah AS yang tidak tebang pilih, pihak  Teheran diperkirakan bakal kesulitan untuk membelanjakan pendapatannya dari penjualan minyak. Lantaran sanksi ini juga membatasi negara-negara lainnya menjalin hubungan dengan Iran.

Pemerintah Iran selama ini dikenal cedas memanfaatkan jejaring media sosial. Terbukti saat kampanye penolakan konten acara televisi yang efektif. Begitu pula saat pemilihan umum Iran pada 2009 lalu. Isu tentang Iran berhasil mewarnai media internasional.

Target selanjutnya usai pemblokiran diputuskan, AS akan membidik orang-orang dan organisasi yang dianggap menghambat kebebasan berekspresi warga Iran. “Siapa saja yang melakukan pelecehan hak asasi manusia dan membatasi kebebasan menyampaikan pendapat akan kami investigasi,” ujar sekretaris bidang pendanaan intelijen dan terorisme Kementerian ESDM AS David Cohen.

Sanksi-sanksi baru selanjutnya membidik Kepolisian siber Iran. Organisasi yang dibentuk pada 2009 lalu ini beberapa kali membajak akun email warga yang menyinggung diskusi politik, termasuk menghapus blog anti-pemerintah dan para blogger yang dinilai mengancam.

Washington selama ini kerap mempengaruhi pembeli minyak Iran dengan sejumlah ketentuan hukum. Sebagai negara pembeli minyak Iran terbesar kedua, India, Cina, dan beberapa negara lainnya tetap loyal pada Iran. Padahal AS menjamin 20 negara utama pembeli minyak Iran agar bisa mengembalikan minyaknya dalam waktu 180 hari sejak Desember 2012 lalu.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement