REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksanaan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta dinilai berhasil dengan baik.
Menurut Peneliti Meteorologi Tropis BPPT Tri Handoko Seto analisis keberhasilan TMC tidak mudah karena membutuhkan waktu. Ia mengaku setelah operasi TMC usai pada akhir Maret, hasilnya akan dibawa ke forum internasional dan dikaji.
"Teori yang kita pakai dalam TMC didesain berdasarkan hasil eksperimen di luar negeri karena teknologi dan eksperimen kita yang belum cukup," ujarnya saat ditemui di Gedung BPPT, Jumat (8/2).
Ia mengatakan evaluasi operasi tersebut susah-susah gampang. Namun, ada beberapa indikator praktis untuk mengetahuinya. Misalnya, pada 6 Februari lalu debit air di Pintu Air Manggarai yang sempat tinggi cepat surut.
Peneliti senior UPT Hujan Buatan BPPT Mimin Karmini mengatakan menurut data Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta pada 1997, ibukota sanggup menerima curah hujan 120 milimeter dalam 24 jam. Artinya, bila curah hujan sebesar 120 milimeter dalam 24 jam seluruh sarana yang ada di Jakarta mampu menerima jumlah air sebesar itu tanpa terjadi banjir yang membahayakan.
"Meski genangan terjadi, hal itu sangat wajar karena hampir semua air hujan di Jakarta menjadi run off (aliran). Air sangat sedikit masuk ke dalam tanah karena seluruh permukaan tanah sudah tertutup aspal atau bangunan," ujarnya.
Upaya TMC dimulai sejak 26 Januari sampai 25 Maret. Penyemaian garam di awan sebanyak 300 ton yang dilakukan setiap hari. BPPT bekerja sama dengan BNPB, BMKG, TNI AL, TNI AD dan TNI AU. Dua pesawat Cassa dan satu Hercules disiagakan dalam operasi ini.
Sebanyak 25 Ground Base Generator di darat yang memancarkan flare ke awan juga beroperasi agat TMC lebih efektif. Operasi ini diperkirakan mampu mengurangi curah hujan sebesar 30 persen.