REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komunitas telematika prihatin terhadap berlarut-larutnya kriminalisasi Kejaksaan Agung pada industri telekomunikasi, khususnya atas dugaan korupsi yang didakwakan JPU Kejagung, terhadap mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), Setyanto P Santoso dan beberapa pihak yang bergabung sebagai sahabat peradilan (Amucis Curiae) --yang terdiri dari akademisi, ahli hukum, anggota DPR, tokoh masyarakat, dan praktisi telematika-- memberikan Amicus Brief (pokok-pokok pikiran). Amicus Brief itu diberikan MASTEL sebagai tambahan informasi bagi Majelis Hakim Tipikor yang mengadili perkara Indar Atmanto, yang memuat beberapa informasi teknis dan aspek hukumnya.
Setyanto menyampaikan Amicus Brief kepada Majelis Hakim berupa penjelasan akademis mengenai pengertian jaringan telekomunikasi dan frekuensi, prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi yang ditinjau dari aspek teknologi telekomunikasi maupun aspek-aspek hukum penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi.
“Agar menjadi lebih jelas dan mudah difahami sebagai upaya untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam memahami, menerima keterangan atau input, mengungkapkan fakta-fakta yang ada, memberikan penjelasan dan kejelasan teknis atas penyelenggaraan telekomunikasi dan peraturan perundang-undangan," papar Setyanto, Sabtu (9/2).
Amicus Brief itu, juga memaparkan kebijakan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi, baik penyelenggaraan jaringan maupun jasa telekomunikasi yang selama ini menjadi acuan para penyelenggara. "Sehingga Majelis Hakim dapat memutuskan perkara ini dengan arif dan bijaksana,” papar Setyanto.
Menurut Setyanto, Hakim Pengadilan Tipikor, sebagaimana hakim Indonesia pada umumnya, terikat ketentuan UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang pada Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa ‘Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.’
“Oleh karena itu justru hakim tidak boleh menolak Amicus Brief, karena hal tersebut justru membantu para hakim,” seloroh Setyono.
Namun, Setyono mengakui para Amicis memahami jika majelis hakim juga tidak diwajibkan untuk menggunakan
sebagai dasar pembuatan keputusan. Tujuan pihaknya menyampaikan Amicus Brief untuk memberikan informasi tambahan kepada Majelis Hakim untuk menimbang masalah ini secara komprehensif dan dapat melihat secara jernih dan bijaksana, inti dari permasalahan yang berujung pada dakwaan terhadap Indar Atmanto.
“Kami berharap dengan Amicus Brief yang telah kami serahkan kepada Ketua dan Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Jumat, 8 Februari 2013, bisa membuat majelis hakim berpikiran maju dan menggunakan hati nurani dalam memberikan putusan hukum terhadap kasus yang tengah dihadapi Sdr. Indar Atmanto,” terang Setyanto.
Amucis Curiae berpendapat dakwaan JPU sangat krusial. Dakwaan JPU juga dinilai dapat mengancam masa depan industri dan penyelenggaraan telekomunikasi nasional, serta kelangsungan pembangunan infrastruktur telekomunikasi sebagai salah satu infrastruktur pembangunan nasional melalui penanam modal.