REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK CITY -- Upaya hukum dilakukan sekelompok pengacara ke Pengadilan Federal New York pekan lalu.
Polisi New York atau NYPD dinilai telah melanggar aturan Handschu karena telah menargetkan kelompok muslim karena agamanya. Bukan karena resiko yang ditimbulkannya.
Harian terkemukan di Amerika Serikat New York Times pun menulis dalam editorialnya, Ahad (10/2) terkait masalah gugatan ini.
Dalam sebuah kesaksian, seorang pria yang mengatakan, Kepolisian membayarnya untuk memata-matai Muslim. Demikian juga pada tahun lalu. Pria itu ditugaskan untuk memata-matai aktivitas kuliah komunitas muslim di di John Jay College of Criminal Justice.
Padahal, polisi tidak memiliki alasan kuat bahwa kelompok itu memang melanggar hukum. Berdasarkan kesaksiannya, NYPD menjelaskan, menjadi seorang muslim merupakan satu indikator bahwa orang tersebut adalah teroris.
Pria itu mengatakan dia mengambil gambar dari orang-orang di John Jay kelompok dan mencatat plat nomor lisensi mereka. Ketika mengunjungi masjid, ia mengambil foto jamaah dan mencatat nomor telepon genggam orang yang menghadiri kursus Islam dan melaporkannya kepada instruktur.
Agen NYPD memperkenalkannya dengan metode "menciptakan dan menangkap". Dia berpura-pura untuk menjadi seorang Muslim yang taat dan memulai percakapan untuk menggali informasi tentang jihad dan terorisme. Selanjutnya, menangkap respons muslim untuk mengirim ke NYPD.
Menurut dokumen pengadilan, NYPD memang secara rutin memilih kelompok-kelompok muslim untuk pengawasan dan infiltrasi. Padahal, mereka tidak terlibat tindakan melanggar hukum atau teroris. Bahkan, tidak berkontribusi kepada kegiatan kejahatan.
Sebaliknya, komunitas muslim diselidiki oleh agen mata-mata berdasarkan pandangan teologis mereka, status dan asosiasi yang diikuti.
Meskipun mengerahkan pasukan mata-mata, penggugat mengatakan, NYPD tidak pernah menemukan indikator apa yang disebut radikalisme yang membuat mereka berani untuk menangkap kaum muslim.