REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi masih terus mengembangkan kasus perdagangan bayi di Jakarta Barat. Penyidik Polrestro Jakarta Barat pun memeriksa lima pegawai Suku Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Pusat Mohammad Hatta, Senin (11/2).
Penyidik juga memeriksa Kasudin Dukcapil Mohammad Hatta. "Ya tadi pagi sudah datang sekitar jam 9, ada lima orang petugas Dukcapil yang datang untuk keperluan investigasi lebih lanjut" ujar Kapolrestro Jakarta Barat Kombes Suntana.
Menurutnya, pihaknya akan menyelidiki bagaimana bayi-bayi tersebut dapat memiliki akte lahir dan paspor, surat keterangan lahir dan asal bayi-bayi tersebut. "Bila benar ada petugas instansi terkait yang terlibat,akan segera kami tahan. Maksimal bisa lima tahun penjara." tegas Suntana.
Menurut salah satu tersangka penjual bayi yang berhasil diringkus polres Jakbar, Lindawaty, ia mendapat bayi-bayi ini dari dukun beranak. Bayi-bayi tersebut akan dijual seharga Rp 10-80 juta ke Singapura.
Ia mengaku dalam penjualan bayi ini sudah ada kesepakatan dengan orang tua sang bayi sebelumnya. Akan tetapi, dia tidak memesan bayi yang masih dalam kandungan. Untuk perbuatannya, para tersangka perdagangan bayi ini dijerat dengan pasal 83 UU no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan terancam hukuman 15 tahun penjara serta denda 60 juta.
Mohammad Hatta sempat menyatakan, kalau belum pasti anak buahnya ikut terlibat. Menurutnya, ada kemungkinan sebelumnya pelaku membuat data-data palsu bagi sang bayi yang akan dijual sehingga akta lahir dapat dibuat.
Untuk membuat akta lahir diperlukan surat lahir asli yang dikeluarkan tempat bayi dilahirkan. Selain itu, diperlukan kartu keluarga (KK) dan KTP orang tua. "Kami tidak mengecek ulang keaslian surat lahir ke tempat bayi dilahirkan karena akan memakan waktu, sedangkan batas maksimal pembuatan akte lahir itu 60 hari setelah lahir" ujar Hatta.
Meski begitu, Hatta tidak menampik bahwa akte lahir atas nama Teddy Lukas yang dikeluarkan benar dari Dukcapil Jakarta Pusat.