REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Petrokimia Gresik (Petrogres) segera merealisasikan pembangunan pabrik amoniak-urea II dengan kapasitas sebesar 825 ribu ton amoniak per tahun dan 570 ribu ton urea per tahun. Proyek ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku untuk memproduksi pupuk NPK, ZA dan urea yang dihasilkan oleh anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero) tersebut.
"Diharapkan 2013 bisa ground breaking (pemancangan tiang pertama)," tutur Direktur Utama Petrogres Hidayat Nyakman dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (11/2). Diharapkan, pabrik dapat mulai berproduksi pada kuartal kedua 2016.
Direktur Teknik dan Pengembangan Petrogres Firdaus Syahril menambahkan proyek ini dapat diselesaikan dalam waktu 33 bulan. Dengan proses tender yang memakan waktu enam hingga tujuh bulan, Firdaus menyebut secara keseluruhan proyek tuntas dalam waktu 40 bulan.
Terkait besaran investasi, Hidayat tidak dapat menyebutkan besaran nilainya. Namun, besaran investasinya tidak berbeda jauh dari proyek Kaltim V milik PT Pupuk Kaltim dan pabrik pupuk urea II B milik PT Pupuk Sriwijaya. Nilai investasi Kaltim-V dan Urea II B tak kurang dari Rp 6 triliun.
Dari sisi pendanaan maupun kontraktor, Hidayat menyatakan beberapa bank BUMN maupun swasta serta kontraktor yang mengerjakan proyek pembangunan pupuk di tanah air telah siap. Lebih lanjut, Hidayat menjelaskan keberadaan pabrik amoniak-urea II diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor amoniak dari dalam negeri (PT Pupuk Kaltim maupun PT Pupuk Sriwijaya) maupun mancanegara.
Menurut Hidayat, saat ini impor amoniak mengambil porsi tak kurang dari 400 ribu ton per tahun dari pasokan yang dibutuhkan setara 810 ribu ton per tahun. Dengan kisaran harga amoniak saat ini setara 650 dolar AS atau setara Rp 6,2 juta per ton, maka perusahaan harus mengeluarkan tak kurang dari Rp 2,48 triliun untuk pemenuhan amoniak. "Ini merupakan langkah untuk penghematan terhadap devisa negara," ujarnya.
Sedangkan untuk urea, keberadaan pabrik ini akan menambah kapasitas produksi dari 450 ribu ton per tahun menjadi sekitar satu juta ton per tahun. Hidayat mengklaim penambahan kapasitas akan memenuhi kebutuhan pupuk urea khususnya di wilayah Jawa Timur.
Hal ini, sambung dia, juga akan memberi dampak yang signifikan dalam efisiensi biaya distribusi. Terlebih, selama ini kekurangan pasokan urea masih dipasok dari PT Pupuk Kaltim dan PT Pupuk Sriwijaya.
Jika pembangunan pabrik telah rampung, dibutuhkan pasokan bahan baku berupa gas bumi setara 85 MMSCFD. Terkait pasokan gas, Hidayat menyebut perusahaan telah mencapai titik akhir dalam negosiasi dengan pemasok gas yang ditunjuk oleh pemerintah yakni Husky-CNOOC. Meskipun demikian, Hidayat enggan mengungkapkan besaran harganya.