Senin 11 Feb 2013 15:01 WIB

9 Kontraktor Migas Asing Tolak Bayar Dana Pascatambang

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Nidia Zuraya
Ladang migas
Ladang migas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sembilan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) ternyata menolak membayar dana pascatambang (abandonment and site restoration/ASR). Padahal dana ini diperlukan untuk merestorasi area tambang agar kembali seperti semua.

Mereka antara lain, Chevron Indonesia yang mengelola West Pasir Kalimantan Timur (Kaltim) dan Chevron Pasific Indonesia (CPI) Kuantan yang mengelola Blok Kuantan. Lalu CPI Siak yang mengelola Blok Siak dan Conocophillips yang mengelola Natuna Blok B.

Ada pula Exxonmobil B yang mengelola Blok B Aceh, Exxonmobil NSO yang mengelola Nort Sumatera Offhore. Selain itu, ada juga Inpex Attaka yang mengelola Blok Attaka Kaltim, Joa-Conocophillips South Jambi yang mengelola Blok South Jambi, dan Mobil Cepu Ltd yang mengoperasi Blok Cepu, Jawa Timur.

"Mereka mengaku hal tersebut tak diatur dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC)," tegas Deputi Pengendalian Keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Akhmad Syahroza, Senin (11/2). PSC menjadi acuan KKKS untuk menjadi operator lapangan di Tanah Air.

Padahal dalam Peraturan Tata Kelola (PTK) SKK Migas ini sudah diatur dengan tegas. Lagipula di negara manapun, memang ada biaya yang dicadangkan KKKS untuk pascatambang ini. "Karenanya sekarang kita terus coba untuk menagih mereka," ujar Akhmad.

Dikatakannya, SKK Migas tak segan-segan akan mengambil keputusan untuk tak memperpanjang kontrak operasi bila kesembilan KKKS tersebut terus membangkang.

Sanksi lain seperti penahanan sementara pembayaran cost recovery (biaya penggantian investasi) juga bakal dilakukan. Namun sayangnya, ia belum bisa memaparkan berapa total dana yang wajib dibayar kesembilan KKKS tersebut.

Karena tiap kontraktor mengelola wilayah kerja dengan cadangan berbeda-beda, maka biaya pascatambang tak sama. "Kami juga harus melihat fasilitas yang dibangun, hingga estimasi biaya bongkar, biaya penyangkutan, dan lain-lain," jelasnya.

Menurut Kepala Divisi Manajemen Risiko dan Perpajakan SKK Migas Bambang Yuwono sebenarnya sudah terjadi penurunan pada angka KKKS yang menolak membayar dana ASR ini. "Tadinya 26, namun sekarang sudah menjadi sembilan," katanya.

Ia mengatakan Total E&P yang mengelola Blok Mahakam misalnya, telah bersedia membayar dana ini hingga 37,5 juta dolar AS. "Itu tak ada di PSC tapi dia sudah mau bayar," tegasnya.

Di 2012 lalu misalnya, SKK Migas mencatat dari 47 wilayah kerja, dana pascabayar yang sudah masuk ke RI tercatat sebesar 344,87 juta dolar AS. Terdapat 1,377.42 miliar dolar AS dana yang masih harus ditagihkan.

Seluruh dana disalurkan ke negara melalui tiga bank BUMN. Sebanyak  109 juta dolar AS disalurkan ke Bank Rakyat Indonesia (BRI), sebanyak 120 juta dolar AS disalurkan ke Bank Mandiri, sedangkan sisanya 114 juta dolar AS disalurkan ke Bank Negara Indonesia (BNI).

Sementara itu di 2012, dari total pendapatan migas sebanyak 61,065 dolar AS atau 57,2 persen dana lari ke penerimaan negara. Sementara sisanya sebanyak 24,5 persen jatuh ke cost recovery dan 17,1 persen diberikan kepada KKKS.

Dari total pendapatan minyak yang mencapai 35,186 miliar dolar AS, pemerintah mendapat bagi hasil 63,1 persen. Sedangkan sebesar 26,3 persen diberikan untuk cost recovery dan sisanya 11,4 persen diberikan ke KKKS.

Dari totak pendapatan gas sebesar 25 miliar dolar AS, sebanyak 49,2 persen diberikan ke negara. Sedangkan sisanya 25,7 persen disalurkan untuk cost recovery dan 24 persen lain ke KKKS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement