REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Bupati Buol, Amran Batalipu, divonis hukuman pidana selama tujuh tahun enam bulan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/2). Dia dijatuhi denda sebesar Rp 300 juta subsidair enam bulan kurungan.
"Menyatakan Amran terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagai perbuatan berlanjut. Menjatuhkan pidana selama tujuh tahun enam bulan penjara dan pidana denda Rp 300 juta diganti kurungan enam bulan," kata ketua majelis hakim, Gusrizal di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/2).
Menurut majelis hakim, Amran terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 64 KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama.
Vonis terhadap Amran Batalipu ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntutnya dengan hukuman pidana selama 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Dia dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang senilai total Rp 3 miliar dalam rangka membantu PT Hardaya Inti Plantation mengurus hak guna usaha (HGU) perkebunan di Buol.
Usai mendengarkan nota putusan majelis hakim, Amran mengatakan telah sepakat dengan tim penasihat hukumnya untuk melakukan banding terhadap putusan majelis hakim. Selain itu, Arman juga menyeret nama lain yang ia tuding ikut terlibat dalam kasus yang menjeratnya.
"Sangat terlibat bahwa Arim, Totok Lestiyo, dan staf saya, Amir Togila dan meminta agar majelis juga menetapkan sebagai tersangka," tuding Amran dalam persidangan. Amran menambahkan sampai saat ini tiga orang tersebut masih berstatus sebagai saksi. Padahal, menurutnya, penyidik KPK pernah berjanji saat pemeriksaan dirinya, tiga orang ini akan ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut majelis hakim, Amran menerima hadiah dari Hartati Murdaya selaku Direktur PT HIP dan PT CCM berupa uang senilai total Rp 3 miliar. Uang tersebut diberikan dalam dua tahap, melalui petinggi perusahaan tersebut, Yani Anshori dan Gondo Sudjono. Adapun Hartati divonis dua tahun delapan bulan penjara, sementara Yani dan Gondo masing-masing satu setengah tahun, dan satu tahun penjara.