Selasa 12 Feb 2013 21:31 WIB

Langkah SBY Ambil Alih Demokrat Bentuk Monarkhi

Red: Djibril Muhammad
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Margarito menilai tindakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang mengambil alih tugas ketua umum partai menjadi preseden buruk bagi proses demokrasi di Indonesia.

"Ini benar-benar preseden buruk. Bagaimana ketua majelis tinggi partai seolah-olah menangguhkan kewajiban konstitusional ketua umum parpol," kata Margarito usai diskusi 'Forum Legislasi' di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (12/2).

Sebelumnya Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih tugas Ketua Umum DPP PD dengan alasan untuk menyelamatkan partai itu.

Citra Partai Demokrat terus merosot akibat banyaknya kader partai itu yang tersangkut kasus korupsi serta disebut-sebutnya Ketua Umum DPP PD Anas Urbaningrum dalam berbagai kasus korupsi.

Menurut Margarito tindakan SBY tersebut justru telah merusak tatanan di internal parpol. Margarito menyebutkan penggantian ketua umum hanya dapat dilakukan melalui kongres atau kongres luar biasa. "Sampai saat ini secara hukum Anas Urbaningrum itu tetap ketua umum PD," kata Margarito.

Margarito juga menyebut tindakan SBY tersebut sudah bernuansa monarki karena dengan begitu saja mengambil alih tugas ketua umum yang terpilih secara sah melalui mekanisme yang diatur oleh anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai. "Padahal sampai saat ini Anas belum ada kesalahan," kata Margarito.

Ketika ditanya apakah SBY bermaksud 'menyerahkan' Anas Urbaningrum kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Margarito justru mewanti-wanti agar lembaga antikorupsi itu tetap bekerja profesional. "KPK jangan menundukkan diri pada keinginan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu," kata Margarito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement