REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Meski sejak 1 Februari 2013 lalu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberlakukan larangan bagi kendaraan dinas di wilayah Sumatra untuk mengkonsumsi baahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, namun kenyataannya di lapangan masih banyak yang melanggar.
Berdasarkan pantauan di lapangan masih banyak kendaraan berpelat merah yang lalu lalang di kawasan Tugu Adipura, Bandarlampung, belum memasang stiker pembatasan penggunaan BBM bersubsidi sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM itu. Bahkan, salah satu pengguna kendaraan dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung justru mengaku bahwa enggan menggunakan BBM nonsubsidi jenis Pertamax seperti yang telah dianjurkan oleh Pertamina.
"Lebih baik kami beli di pengecer karena mereka tak mungkin melarang kami membeli bensin yang dijualnya," kata salah satu PNS yang enggan disebut namanya itu pula di Bandarlampung, Rabu (13/2). Sekali pun harga BBM bersubsidi yang dijual di pengecer itu lebih mahal, menurut dia, harganya masih jauh lebih murah daripada Pertamax.
Pegawai negeri sipil (PNS) itu juga mengaku menyiasati penggunaan BBM bersubsidi dengan mengisi tangki sepeda motornya dengan premium, lalu dituangkan pada kendaraan dinas yang dia pakai.
Kementerian ESDM pada 22 Januari 2013 lalu telah menyosialisasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 01 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi.
Sosialisasi itu bertujuan menjaga volume BBM bersubsidi agar tidak melampaui pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 46,01 juta kiloliter.
Menteri ESDM Jero Wacik mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 01/2013 yang memuat tambahan pengendalian BBM bersubsidi jenis premium dan solar untuk kendaraan dinas, pengendalian BBM untuk sektor kehutanan, serta untuk sektor transportasi laut.