REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah cepat dilakukan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, yang juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan mengambil alih semua kewenangan yang dimiliki Ketua Umum Anas Urbaningrum.
Namun, langkah politik yang dilandasi upaya penyelamatan partai itu dinilai berbagai kalangan tidak akan mampu dapat mengembalikan elektabilitas partai yang berlambang mercy itu.
Salah satu yang bisa dijadikan pijakan adalah status hukum Anas Urbaningrum yang hingga saat ini masih sebagai saksi dan belum tersangka. Sehingga upaya apapun yang dilakukan SBY dinilai akan membuahkan hasil nihil.
"Tidak akan menaikkan elektabilitas, selama status Anas belum jelas. Sekarang bolanya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata peneliti politik LIPI, Siti Zuhro, di Jakarta, Rabu (13/2).
Ia justru menilai, pencamputan ranah hukum dan plitik yang kian nyata terkait status Anas akan memperburuk persepsi masyarakat terhadap Partai Demokrat.
Belum lagi, ditambah dengan munculnya sprindik yang di dalamnya memperjelas status Anas sebagai tersangka dalam kasus Hambalang, yang waktunya berbarengan denga pernyataan SBY.
"KPK seolah didesak secepatnya meng-KPK kan anas. Ini harus dikritisi karena proses hukum masuk ranah politik," ungkapnya.
Goyangan pada elite Demokrat terjadi setelah Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei beberapa waktu lalu. Partai Demokrat disebutkan mengalami kemerosotan elektabilitas hingga 8 persen. Hal itu menimbulkan kegelisahan dari beberapa anggota Dewan Pembina Partai Demokrat. Sehingga mendesak SBY untuk turun tangan menyelamatkan partai.