REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan pada 2012 mengalami surplus 0,2 miliar dolar AS. Meski demikian, nilai surplus itu menyusut hingga 90 persen dibandingkan 11,85 miliar dolar AS pada 2011.
Khusus NPI kuartal IV 2012, surplus yang dicatatkan mencapai 3,2 milir dolar AS. Angka ini lebih tinggi dibandingkan 0,8 miliar dolar AS pada kuartal sebelumnya. Perbaikan kinerja NPI terjadi karena surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat lebih besar dibandingkan kenaikan defisit transaksi berjalan. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan transaksi modal dan finansial pada kuartal IV 2012 mengalami surplus hingga 11,4 miliar dolar AS.
"Jumlah ini hampir dua kali lipat dari kuartal sebelumnya. Artinya, kepercayaan investor sangat baik," kata Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Kemasyarakatan BI, Difi A Johansyah, di Jakarta, Rabu (13/2).
Kenaikan surplus ini antara lain bersumber dari meningkatnya arus masuk investasi portofolio asing dalam bentuk pembelian surat berharga negara, baik berdenominasi rupiah maupun valuta asing. Arus masuk juga terjadi dalam bentuk penarikan dana milik perbankan domestik yang disimpan di luar negeri.
Ini merupakan respon terhadap meningkatnya kebutuhan valuta asing di dalam negeri. Selain itu, investasi langsung asing (PMA) masih mengalir masuk dalam jumlah yang hampir sama dengan triwulan sebelumnya.
Ekonom Bank Danamon Dian Ayu Yustina mengatakan transaksi modal dan finansial yang surplus membuat pasar tak khawatir dengan perekonomian Indonesia. Meski demikian, defisit transaksi berjalan pada periode tersebut masih saja tinggi, bahkan meningkat dari kuartal sebelumnya.
"Namun impor yang tinggi itu juga karena impor BBM dan barang modal yang digunakan untuk produksi di dalam negeri," kata Dian kepada ROL.
Defisit transaksi berjalan kuartal IV 2012 mencapai 7,8 miliar dolar AS. Angka ini minus 3,6 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB), dan lebih tinggi dibandingkan defisit 5,3 miliar dolar AS atau minus 2,4 persen pada kuartal III 2012. Kesenjangan antara neraca migas dan neraca non migas semakin jauh. Apalagi, kenaikan ekspor tak bisa mengimbangi kenaikan impor untuk konsumsi BBM.
Dian mengatakan ke depannya, defisit transaksi berjalan akan semakin membaik. "Jika pada 2012 minus 2,7 persen dari PDB, maka ekspektasi kami untuk 2013 hanya minus 1,8 hingga dua persen," katanya. Dian melihat dari sisi ekonomi global, Cina dan Amerika Serikat semakin stabil dan membaik. Dengan demikian, Indonesia seharusnya bisa lebih banyak mengekspor barang. Meskipun angka impor diperkirakan masih tetap tinggi.
Pemulihan ekspor Indonesia, kata Dian, juga didukung naiknya harga komoditas. Ini sudah diawali dengan kenaikan harga minyak. Harga minyak jenis Brent saat ini mencapai 117 dolar AS per barel. Ini akan mendorong kenaikan harga komoditas lainnya.