Rabu 13 Feb 2013 18:36 WIB

'Pendidikan Masyarakat Rendah, Gubernur Sebaiknya Dipilih DPRD'

Pemilukada Kota Bekasi
Pemilukada Kota Bekasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djoehermansyah Djohan mengatakan, pemerintah mengusulkan agar gubernur dipilih secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Menurutnya, pemilihan secara langsung tidak cocok dengan masyarakat Indonesia yang pendidikannya rata-rata 7,7 tahun atau SMP Kelas I. Pendidikan yang masih rendah, terang Djoehermansyah, membuat masyarakat belum siap melakukan pemilihan gubernur secara langsung.

Berdasarkan evaluasi pemerintah, secara legalistik konstitutional pemilihan gubernur secara langsung terlalu maju. "Ini tidak sebanding dengan sumber daya manusia masyarakat pemilih dan partai yang ada," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (13/2).

Pendapatan masyarakat Indonesia per kapita, kata Djoehermansyah, juga di bawah 4 ribu dolar AS. Padahal demokrasi langsung hanya bagus dilaksanakan pada masyarakat dengan pendapatan per kapita 6 ribu dolar AS ke atas. Efek dari pemilihan gubernur secara langsung sangat negatif sebab politik uang sering terjadi.

Di dalam konstitusi, ujar Djoehermansyah, tidak disebutkan pemilihan gubernur harus dilakukan masyarakat secara langsung. Sehingga pemilihan gubernur mekanismenya bisa diubah dilakukan secara tidak langsung.

"Tidak ada klausul tegas yang menyatakan pemilihan gubernur harus dilakukan secara langsung seperti  pemilihan presiden," ujarnya.

Pemilihan gubernur secara langsung, terang Djoehermansyah, hanya cocok dilakukan di negara-negara barat yang sudah maju seperti Amerika. Di negara berkembang seperti di Thailand, gubernur bisa ditunjuk pemerintah pusat, bukan melalui pemilihan langsung.

Dalam desain otonomi daerah, kata Djoehermansyah, otonomi provinsi itu otonomi terbatas. Sebanyak 76,4 persen, gubernur itu pekerjaannya mewakili pemerintah pusat. Hanya 23,6 persen gubernur bekerja sebagai kepala provinsi.

Selain itu, pemilihan gubernur secara langsung biayanya terlalu mahal. Ini disebabkan efek politisasi birokrasi dan biaya penyelenggaraannya yang mahal.

Keinginan pemerintah untuk memilih gubernur secara tidak langsung, lanjut Djoehermansyah, bukan tanpa alasan. Pemerintah telah melakukan evaluasi pemilihan gubernur secara langsung lebih banyak efek negatifnya. Berdasarkan data Kemendagri sudah dilakukan pemilihan gubernur langsung sebanyak 886 kali.

Memang terdapat kekhawatiran pemilihan gubernur secara tidak langsung, ujar Djoehermansyah, bisa menjadi ajang politik uang. Maka untuk mencegahnya, pemerintah mengusulkan pengawasan pemilihan gubernur dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Ini akan mencegah praktik politik uang di DPRD. Sehingga pemilihan gubernur akan berlangsung adil," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement