Kamis 14 Feb 2013 17:49 WIB

Muslim Pakistan Jadikan 14 Februari Hari Hijab

Rep: Agung Sasongko/ Red: Karta Raharja Ucu
Mahasiswi di Michigan University memakai hijab.
Foto: onislam.net
Mahasiswi di Michigan University memakai hijab.

REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Umat Islam di Pakistan berencana menjadikan 14 Februari sebagai Hari Hijab. Rencana ini merupakan langkah antisipatif terhadap perayaan valentine yang dinilai tidak sesuai budaya Pakistan.

Rencana itu mendapat banyak dukungan termasuk partai penguasa, Jamiat el-Islami. "Kami akan mendorong 14 Februari sebagai hari hijab di seluruh negeri, terutama di lembaga-lembaga pendidikan. Dengan ini kami ingin menunjukan kepada dunia bahwa rakyat Pakistan menolak valentine," papar Asabullah Bhutto, salah seorang pemimpin Jamiat E-Islami, seperti dikutip onislam.net, Kamis (14/2).

Bhutto mengakui perayaan Valentine tidak terkait dengan agama apapun. Baik dari komunitas Kristen atau Yahudi pun tidak mengakui perayaan ini.

"Saya kira memang, perayaaan yang ada lebih banyak aktivitas komersial. Namun efek dari hal itu sangat berbahaya, khususnya di negara-negara berpenduduk muslim. Islam punya konsep yang detail dan baku dengan kasih sayang," kata dia.

Untuk itu, kata dia, Pemerintah Pakistan perlu memberikan penegasan terkait masalah ini. Ketegasan sangat diperlukan dengan harapan ada upaya penyelamatan terhadap fondasi dan kesederhanaan umat Islam. Penyelamatan itu bisa dilakukan melalui perayaan alternatif seperti hari hijab. "Ini cara terbaik buat kami, terutama kalangan pemuda," kata dia.

Tak hanya dari kalangan politisi, akademisi maupun kelompok mahasiswa turut mendukung rencana tersebut. Islami Jamiat Talaba (IJT), organisasi mahasiswa berpengaruh di Pakistan, juga ambil bagian dalam usaha mendorong rencana tersebut.

"Kami pikir rencana ini merupakan kesempatan yang jelas untuk menegaskan penolakan terhadap valentine," kata dia.

Secara terpisah, kolumnis senior, Hassan Nisar menilai rencana mengganti perayaan hari valentine dengan hari hijab perlu meminta pendapat masyarakat.

Namun, ada baiknya membiarkan masyarakat tetap merayakan Hari Valentine. Sebab, menurutnya perayaan tersebut tidak terkait dengan agama mana pun.

"Saya kira biarkan masyakarat bersenang-senang dengan apa yang diinginkannya," kata dia.

Sebelumnya perayaan valentine memang terhitung asing bagi masyarakat Pakistan. Perayaan itu sempat diperbincangkan setelah mantan presiden Pakistan, Pervez Musharraf memberlakukan rangkaian kebijakan moderat. Sejak itu, banyak iklan komersial, diskusi dan program tv yang membahas masalah tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement