Senin 18 Feb 2013 02:07 WIB

G20: Indonesia-Jerman, Ketua Bersama Pembiayaan Investasi

Red: Citra Listya Rini
Pertemuan G20, ilustrasi
Foto: G20
Pertemuan G20, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 yang berlangsung di Moskow, Rusia, sepakat menunjuk Indonesia bersama Jerman sebagai ketua bersama grup studi pembiayaan untuk investasi jangka panjang.

"Indonesia terpilih secara aklamasi sebagai co-chair bersama dengan Jerman," begitu bunyi keterangan pers Kementerian Keuangan terkait hasil pertemuan G20 yang diterima di Jakarta, Ahad (17/2) malam.

Dalam forum G20 yang berlangsung pada 15-16 Februari 2013 lalu, delegasi Indonesia diwakili oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution.

Grup studi atau Study Group Financing for Investment (SG-FI) ini akan bekerjasama dengan Bank Dunia, OECD, IMF, FSB, PBB, UNCTAD dan beberapa organisasi internasional lainnya untuk menentukan arah pembahasan dan pembiayaan infrastruktur kedepan.

Indonesia dan Jerman akan melaporkan perkembangan grup studi pada berbagai forum pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, untuk kemudian menjadi dasar komitmen negara G20 yang dituangkan pada KTT kepala negara di St Petersburg, Rusia, pada 5-6 September 2013.

Hasil pertemuan G20 juga meminta lembaga pembiayaan multilateral untuk berperan sebagai katalis dalam memobilisasi dana pembiayaan infrastruktur diantaranya melalui Public Private Partnership (PPP), serta memberikan bantuan teknik khususnya pada persiapan proyek. 

Selain itu, forum juga menyetujui usul Indonesia terkait penanganan utang luar negeri. G20 sepakat untuk meningkatkan transparansi pelaporan utang dan pinjaman sektor publik dengan meminta Bank Dunia serta IMF untuk menyusun kerangka pedoman transparansi.

Penanganan utang secara hati-hati dan sesuai batas kemampuan suatu negara diyakini akan meminimalkan risiko dari krisis keuangan. Untuk itu, forum akan melakukan proses monitoring dampak vulnerabilitas sektor keuangan terhadap utang sektor publik. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement