REPUBLIKA.CO.ID,PONTIANAK--Lembaga Cikal Kalimantan menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PP Tembakau) tidak hanya mengancam kepentingan petani tembakau, tetapi juga kepentingan nasional.
"PP Tembakau ini berpotensi mengancam kepentingan nasional. Misi kesehatan cuma kedok bagi kapitalis asing mengambil alih semua sisa-sisa kekuatan industri nasional yang tersisa, khususnya kretek," kata Ketua Cikal Kalimantan Andrew Yuen dalam siaran persnya, di Pontianak, menanggapi PP 109 Tahun 2012.
Ia menduga bahwa PP tersebut lahir dari titipan kepentingan asing, tampak dari isi peraturan yang mestinya mengatur tentang kesehatan. Karena konsiderannya berasal dari Pasal 116 UU No. 36/2009 yang isinya malah mengatur tata bisnis dan pertanian.
"Lihat saja, aturannya tentang isi kemasan, standarisasi tembakau, tata niaga, diversifikasi produk, dan kegiatan promosi atau periklanan," katanya.
Menurut dia lagi, bila dilihat dari norma dasar, PP itu semestinya mengatur tentang zat adiktif.
Dalam dunia kesehatan dikenal ada tujuh jenis zat adiktif yang bersifat legal, yakni kafein, nikotin, alkohol, amphetamin, inhalant, sedative-hypnotic, dan opioids (opium).
"Namun, anehnya hanya tembakau yang diatur. Ini tendensius," kata Andrew Yuen.
Sejumlah pasal kontroversial mewarnai isi PP tembakau, seperti pengaturan bahan-bahan tambahan dalam rokok, akan merugikan industri cengkih yang menjadi komponen kretek.
Sementara itu, mengenai penetapan standarisasi tembakau, Direktur Lembaga Sampan Kalbar Fajri N.S. berpendapat bahwa tembakau lokal seperti di Temanggung memiliki kadar nikoton tinggi dan enak.
"Akibat standarisasi itu, jelas akan mengarahkan pada jenis tertentu dan itu Virginia karena tembakau asal AS ini memiliki kandungan tar yang rendah," kata Fajri.
Ia menduga dampak dari adanya PP tembakau itu pasti akan mengakibatkan anjloknya harga tambakau petani di Temanggung.
Fajri menuding adanya agenda neoliberalis di balik lahirnya PP tersebut. "Aturan dibuat sesuai dengan Washington Concensus sehingga kepentingan mereka bisa aman di Indonesia," kata dia lagi.
Sementara itu, Andrew Yuen mengatakan bahwa PP Tembakau patut dicurigai sebagai upaya memberangus hak ekosob warga negara dengan dalil-dalil yang seolah-olah suci. "Demi kesehatan padahal tidak demikian," katanya.
Kerangka konspirasi itu, kata Yuen, nyata bila menyandingkan dengan beberapa aturan lainnya, seperti Perpres No. 36/2010 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) dan Permenkeu No. 117/PMK.011/2012 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk ASEAN-China Free Trade Area.
Dalam DNI, Presiden mengizinkan asing mengusahakan bisnis tembakau atau rokok hingga 95 persen. Bahkan, H.M. Sampoerna diakuisisi oleh Philip Morris hingga 99 persen dan tidak ditegur pemerintah.
Aturan lain, yakni Permenkeu tentang tarif bea masuk yang mengizinkan impor cerutu, rokok, produk tembakau lainnya dengan bea masuk 0 persen."Ini bukti anomali besar yang tengah dijalankan para penguasa negeri ini. Mereka secara sadar tengah merancang membunuh Indonesia," kata dia lagi.
Lembaga Cikal Kalimantan menilai PP Tembakau tersebut cacat hukum karena bertentangan dengan norma induk dan rancu materiilnya. Lembaga ini menyarankan agar PP tersebut sebaiknya dicabut oleh Presiden.