REPUBLIKA.CO.ID,Sejak 11 September 2011, Joint Special Operation Command (JSOC) tumbuh 10 kali lipat. Mereka mengambil peran intelijen dan tugas-tugas tempur. Salah satunya saat melancarkan operasi yang menewaskan Usamah bin Ladin.
Perang drone dikendalikan dari jauh. Bisa dari AS, atau dari basis-basis rahasia AS di seluruh dunia. Washington Post menyebutkan salah satu basis rahasia AS di Afrika terdapat di Djibouti, sebuah negara kecil.
Dari Djibouti, AS melancarkan serangan drone ke Yaman dan Somalia. Awal tahun ini, AS menambahkan Al Shabaab, kelompok militan Somalia, ke dalam daftar musuh yang harus dienyahkan. Penambahan calon korban membuat AS punya alasan memperluas kehadiran militernya di seluruh Afrika.
Di Pakistan, AS melancarkan 100 serangan sepanjang 2010. Namun, jumlah serangan menurun dalam dua tahun terakhir, dan hanya 46 pada 2012, serta tujuh serangan pada 2013. Di Yaman, AS melancarkan 40 serangan sepanjang tahun lalu.
Sejauh ini, tidak ada pejabat Pemerintah AS yang sudi menyebut nama saat membeberkan bagaimana militer Paman Sam dan CIA menentukan target dan melancarkan serangan. Namun, dua laporan terbaru dari peneliti di Columbia Law School dan Dewan Hubungan Luar Negeri membeberkan secara terperinci proses serangan drone.
CIA dan militer AS ternyata memiliki kill list masing-masing yang saling tumpang tindih. Misalnya, si A, teroris buruan AS, masuk dalam daftar kedua institusi perang Paman Sam itu. Akibatnya, Gedung Putih yang harus menyetujui target yang diusulkan, dan Obama mengotorisasi misi paling sensitif itu.
Pada 2012, terjadi perubahan. Gedung Putih berkonsentrasi pada penelaahan target individu. Menurut Washington Post, review sasaran dilakukan pada pertemuan rutin di Pusat Kontraterorisme Nasional.
Dari pertemuan ini, rekomendasi dikirim ke panel Dewan Nasional pejabat keamanan. Sedangkan, revisi akhir dilakukan oleh John Brennan, penasihat Gedung Putih untuk kontrateroris. Brennan menjadi sosok paling kontroversial dalam membentuk program sasaran pembunuhan. Pekan ini, Obama mencalonkan Brennan untk memimpin CIA.
Beberapa serangan CIA dilancarkan tanpa restu Gedung Putih. Namun, seorang petinggi CIA mengaku mendapat lampu hijau dari presiden saat menggelar serangan di Pakistan. Pada 2011, John Rizzo, mantan pengacara top CIA, dalam sebuah wawancara, mengatakan, CIA melakukan kajian mendalam sebelum menentukan sasaran.
Belakangan, Obama tidak ingin serangan dengan menggunakan drone dilakukan tanpa restunya. Ia memberlakukan persyaratan lebih ketat untuk memasukkan individu atau kelompok ke dalam kill list dan kampanye CIA di Paskitan. Namun, CIA masih memiliki waktu satu tahun untuk melanjutkan serangan dengan protokol sendiri.