REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Y Tohari menyatakan Golkar tidak mengandalkan figur dalam penyelesaian konflik internal. Golkar percaya penyelesaian konflik hanya bisa dituntaskan dengan mekanisme yang telah disepakati.
"Konflik Golkar diselesaikan secara sistemik tidak mengandalkan ketokohan," kata Hajriyanto kepada Republika di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (18/2).
Hajriyanto mengatakan setiap kader Golkar diwajibkan menjunjung tinggi azas patuh mekanisme. Perbedaan pendapat dibolehkan sepanjang tidak menabrak aturan-aturan partai.
Ada keuntungan politik ketika Golkar menjalankan mekanisme partai dengan benar. Keuntungan itu misalnya hadir lewat soliditas di antara kader.
Kecenderungan mengandalkan figur dalam penyelesaian konflik membuat roda organisasi di tubuh partai tidak berjalan sehat. Hal ini lantaran figur menjadi kekuatan sendiri di luar mekanisme yang telah disepakati bersama.
Jika sudah begitu, kata Hajriyanto, figur yang dijadikan patron berkecenderungan menabrak aturan-aturan yang ada di tubuh partai. "Partai harus diperkuat lewat sistem bukan figur," ujarnya.
Hajriyanto mengatakan, sebagai partai politik tertua di Indonesia Golkar telah banyak menghasilkan politisi-politisi besar. Namun begitu, Golkar tidak pernah menjadikan politisi itu sebagai kekuatan sentral partai.
Alhasil ketika mereka pergi meninggalkan partai, Golkar tetap eksis sebagai sebuah entitas politik di tanah air. "Golkar tak memerlukan pemimpin yang kharismatik. Sehingga meski banyak ditinggal tokoh-tokohnya Golkar tetap survive," kata Hajriyanto.
Kegagalan partai politik menyelesaikan konflik internal merupakan bukti gagalnya partai politik melakukan kaderisari. Kebanyakan partai bersikap pragmatis saat akan mengisi posisi-posisi strategis di kepengurusan partai.
Sampai di sini, Hajriyanto mengatakan pentingnya membangun sistem kaderisasi yang baik dan benar. "Sistem dibangun lewat pengkaderan supaya kader mengerti platform dan mekanisme organisasi," ujarnya,
Selain kaderisasi, mekanisme penghargaan dan hukuman (reward and punishment) juga menjadi hal penting yang tak boleh diabaikan. Menurut Hajriyanto reward and punishment bisa membangun sikap disiplin kader terhadap aturan-aturan partai.
Terakhir, partai politik perlu membangun penguatan budaya organisasi (corporate culture). Tujuannya, kader partai politik memiliki kesadaran menjaga soliditas mesti dalam sikap politik yang berbeda.