Rabu 20 Feb 2013 10:27 WIB

Klaim Atas Tanah Warga Rawajati Dianggap Janggal

BPN Jakarta Selatan bertemu warga Rawajati
Foto: Istimewa
BPN Jakarta Selatan bertemu warga Rawajati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Rawajati dan Kalibata Jakarta Selatan menilai, banyak kejanggalan dari pihak yang mengklaim atas tanah tempat mereka tinggal. Misalnya, adanya pemalsuan surat pembayaran pajak SPPT PBB tanah Rajawati pada 1997 atas nama Said Gasim Al Hadad.  

"Ini jelas pidana," kata Penasehat Forum Perjuangan Hak Tanah Rawajati (FPHTR), Achmanu Arifin, Rabu (20/2).  

Sebelumnya, Sekitar lima ribu kepala keluarga (KK) di Kelurahan Rawajati dan Kalibata Jakarta Selatan terancam kehilangan tempat tinggal. Ini lantaran ada pihak yang tiba-tiba mengklaim memiliki SHM Nomor 4 atas nama ahli waris Said Gasim bin Abdullah Al Haddad. Serta SHM Nomor 5 atas nama Sarifah Aisyah Binti Ali bin Taha Al Hadad.

SHM itu diklaim sebagai surat resmi untuk tanah seluas 12 hektare yang kini ditempati oleh warga di empat RW. Padahal warga telah tinggal di tempat itu selama 40-50 tahun.   

Menurut Arifin, kejanggalan lain dari pihak yang mengklaim itu yakni status penerbitan SHM Nomor 4 dan Nomor 5 dilakukan setelah pembayaran ganti rugi tanah oleh pemohon sertifikat. Ini dianggapnya sebagai cacat hukum.

"Mengajukan eksekusi pemulihan SHM 4 dan 5 di Pengadilan Negeri Jaksel berarti mengabaikan keputusan MA," katanya.

Sementara E Koswara ketua RW 08 Rawajati menduga ada pihak-pihak yg 'bermain' di BPN dan dan PN Jaksel. Ini yang membuat bisa muncul SHM 4 dan 5. Padahal pemilik SHM itu belum punya ukuran tanahnya.

"Aneh,sudah punya SHM tapi tidak punya ukuran tanahnya," ujar Koswara.

Karenanya, FPHTR pun meminta BPN segera melakukan gelar perkara kasus tanah Rawajati. Warga dan sesepuh Rawajati pun siap disumpah untuk menjelaskan sejarah tanah di Rawajati.

Kalau tidak, warga mengancam akan membawa kasus ini ke proses hukum di kepolisian dan kejaksaan tinggi DKI Jakarta.

Ketua Dewan Kota Jakarta Selatan, Budi Kabul menegaskan dukungannya atas warga Rawajati dan Kalibata. Ia mengingatkan, kalau BPN tidak bisa menyelesaikan kasus ini, maka dia akan menemui Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sehingga masalah ini bisa tuntas dan warga mendapat sertifikat tanah.

Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara BPN Jakarta Selatan, Yulistriani menjelaskan telah meninjau dan melihat objek yang disengketakan. Dia menyatakan akan melaporkan hasil tinjauan itu ke atasannya. Hanya saja, ia tak bisa menjanjikan apa-apa kepada warga Rawajati.

Warga Rawa Jati dan Kalibata resah karena tiba-tiba ada yang mengklaim memiliki SHM di atas tanah mereka. Padahal, warga sudah merasa memiliki putusan hukum atas tanah yang mereka tinggali.

Yaitu, putusan PK Mahkamah Agung Nomor 92/PK/Pdt/1986 tertanggal 29 Juni 1987. Surat ini kemudian ditindaklanjuti oleh surat MA Nomor 358/701/II/Um-Tu/Pdt tertanggal 23 Juli 1988.

Putusan itu menyatakan, dengan telah diangkat/dibatalkannya sita/penyerahan tanah tereksekusi kepada penggugat dalam perkara Nomor 2280 K/Sip/1979, maka tanah sengketa kembali dalam keadaan semula. Yaitu, ketika Departemen Perindustrian menguasai tanah secara 'Rechmatig' secara de facto.

Ini karena sudah membebaskan tanah dari penduduk berdasarkan SK Gubernur DCI Jakarta Raya Nomor 20089/BS tertanggal 31 Oktober 1961.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement