REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Perdana Menteri Tunisia Hamadi Jebali memutuskan mundur dari jabatannya, Selasa (19/2). Mundurnya Jebali usai penolakan usulan pemerintah teknokrat oleh mayoritas anggota parlemen Tunisia.
Sebelumnya, Jebali mengusulkan pemerintah teknokrat sampai diselenggarakannya pemilu dan mengancam akan mundur jika inisiatif itu ditolak. Tapi, Senin (18/2), Jebali mengumumkan usulannya tidak memiliki dukungan yang cukup dan gagal mencapai konsensus.
Pemimpin partai mayoritas Tunisia yaitu partai Ennahda bertemu dengan pemimpin 15 partai lainnya, Senin (18/2), dan menolak usulan Jebali. Bahkan, hasil dari pertemuan itu menyepakati dibentuknya kabinet baru hingga diselenggarakannya pemilihan umum mendatang.
Jebali juga telah melakukan upaya terakhir yaitu bertemu dengan Presiden Tunisia Moncef Marzouki, Selasa (19/2). Karena pertemuan itu dirasa tidak memberikan hasil yang memuaskan, Jebali memutuskan mundur.
Seorang anggota kabinet mengatakan, Jebali menemui anggota kabinet pagi ini untuk mengucapkan selamat tinggal dan meminta anggota kabinet untuk melanjutkan pekerjaan untuk menyelesaikan masalah.
Tunisia mengalami krisis politik setelah dibunuhnya seorang politisi oposisi sayap kiri Chokri Belaid, Rabu (6/2) lalu. Kematiannya memprovokasi kerusuhan anti-pemerintah di seluruh Tunisia dan kepercayaan terhadap kabinet melemah.