REPUBLIKA.CO.ID, SOFIA -- Pemerintah Bulgaria mengundurkan diri pada Rabu (20/2) di tengah semakin maraknya demonstrasi yang diwarnai kekerasan melawan mahalnya tarif listrik. Sebelumnya banyak pemerintah di Eropa yang melakukan hal sama setelah dipaksa harus memotong anggaran publik pasca krisis hutang pada akhir 2009.
Sebagian besar rakyat Bulgaria sangat berkeberatan dengan mahalnya biaya energi, monopoli listrik, rendahnya standar hidup dan korupsi yang terjadi di negara anggota Uni Eropa paling miskin tersebut. Sekitar 10 ribu orang mengadakan unjuk rasa di beberapa wilayah sejak Ahad (17/2).
Perdana Menteri Boyko Borisov telah mencoba untuk menghentikan protes dengan memberhentikan menteri keuangan, berjanji untuk mengurangi tarif listrik dan juga menghukum perusahaan-perusahaan asing. Namun langkah tersebut gagal meredakan kekecewaan.
"Saya tidak akan menjadi bagian dari pemerintah di mana para polisi memukuli rakyat," kata Borisov saat mengumumkan pengunduran dirinya pada Rabu. Parlemen sendiri diperkirakan akan menerima pengunduran diri Borisov pada Rabu malam.
Dengan sistem parlementer, Borisov dapat membentuk kabinet baru dengan menggunakan partai GERB yang dominan di parlemen sebagai kendaraan politik. Jika dia gagal, maka pemilu yang dijadwalkan berlangsung pada Juli akan dimajukan.