REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengatakan dalam draf Rancangan Undang-Undang yang dikonsepkan pemerintah, memang masih menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai satu-satunya badan halal.
Namun, kata dia, pemerintah harus terlibat dalam jaminan produk halal ini bahkan sampai tingkat operasional. Pasalnya, dalam konstitusi nasional selalu mengacu pada dua hukum, syariah dan hukum positif. Menurut Nasaruddin, penyelesaian masalah badan halal ini diperlukan musyawarah antara pihak yang berkepentingan, supaya masyarakat tak dibuat bingung dan dirugikan dengan badan halal yang tak kunjung selesai.
Kalaupun ada ormas yang ingin membentuk badan halal, lanjutnya, tidak menjadi masalah. Namunn, pemerintah tetap harus mengambil peran sebagai fungsinya dalam jaminan produk halal pada masyarakat. "Kita tetap akan memberikan hak keputusan pada ulama untuk mengeluarkan sertifikasi," ungkap dia di Jakarta.
Dalam sertifikasi halal, peran pemerintah dinilai lebih tepat dalam menangani akreditasi pihak swasta. Karena itu, menurut Sekretaris FPKB DPR, Muhammad Hanif Dakhiri, fraksinya akan mendorong pemerintah agar tidak bertindak sebagai pelaksana sertifikasi halal.
Dengan akreditasi pihak swasta oleh pemerintah, badan atau organisasi ulama yang memnuhi syarat tersebut dapat mengeluarkan sertifikasi halal. Dengan begitu, masyarakat memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan sertifikat halal.