REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO –Kubu Koalisi Nasional Suriah bersedia melakukan negoisasi damai untuk mengakhiri perang sipil. Syaratnya, Presiden Bashar al-Assad harus mundur dari jabatannya dan tidak turut campur di setiap pengambilan kebijakan.
Persyaratan kontroversial itu dihasilkan dari pertemuan antara 70 anggota koalisi Barat, Arab, dan Turki pada Kamis (21/2) malam lalu. Mereka mempersiapkannya sebelum Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Moualem bertandang ke Moskow, Rusia.
Kepentingan pertemuan ini untuk bertemu satu-satunya aliansi Suriah di Rusia dengan dimediatori Lakhdar Brahimi.
Perdebatan sengit terjadi antara kubu koalisi Islam dan liberal yang dibentuk Presiden Suriah Moaz Alkhatib. "Kita telah mempelajari dokumen politik sebagai tolok ukur diskusi ini dan perlu ada tambahan pentingnya mendepak Assad dari pemerintahan,” ujar salah satu anggota koalisi Abdelbasset Sida seperti dikutip Reuters.
Sepanjang pengamatan, Sida termasuk anggota yang paling gencar mengkritik Alkhatib di antara 12 anggota politbiro lainnya. Dia serta para anggota lainnya juga mengoreksi rancangan usulan perlunya sokongan dari Rusia dan Amerika Serikat dalam setiap perundingan.
Urusan tentang penunjukan koordinator koalisi juga perlu dikonsultasikan terlebih dulu sebelum diadakan berbagai pertemuan lanjutan. Melihat perkembangan terkini, Brahimi telah membicarakannya wacana negoisasi dengan meminta pengunduran diri Assad.
Pria yang habis masa kepemimpinannya pada 2014 itu justru ingin mengakhiri jabatannya sesuai jadwal hingga diadakan pemilihan umum.