REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Pertempuran baru meletus pada Sabtu di utara Mali antara etnis Tuareg dan kelompok bersenjata tak dikenal. Demikian kata sumber-sumber keamanan kepada AFP.
Ini adalah aksi kekerasan terbaru yang terjadi menyusul kehadiran pasukan Prancis di Mali dalam upaya pemberantasan pemberontak. Kehadiran pasukan Prancis mendorong munculnya pejuang-pejuang garis keras di kota-kota besar.
Gerakan Pembebasan Nasional Tuareg Azawad (MNLA) terlibat pertempuran dengan kelompok tak dikenal yang disebut-sebut sebagai 'pejuang Arab'. Pertempuran pecah di dekat kota utara Tessalit dimana pelaku bom mobil bunuh diri menewaskan tiga orang pada Jumat.
Gerakan untuk Keesaan dan Jihad di Afrika Barat (MUJAO) mengaku bertanggung jawab atas pemboman di In-Khalil dekat Tessalit. MUJAO mengatakan mereka secara khusus menargetkan MNLA yang telah bekerja sama dengan pasukan Prancis untuk mengusir gerilyawan dari utara Mali.
"Seluruh serangan bom mobil terhadap unsur-unsur MNLA di zona In-Khalil merupakan komitmen MUJAO untuk mengejar jihad melawan kafir," kata juru bicara MUJAO, Adnan Abu Walid Sahraoui, dalam satu pernyataan yang dikirim kepada AFP di Bamako.
Pada Kamis, MUJAO juga mengklaim serangan di kota utara Kidal dimana kendaraan meledak di dekat satu kamp yang diduduki oleh pasukan Prancis dan Chad.
Prancis mengirim pasukan pada 11 Januari untuk membantu tentara Mali mengusir gerilyawan garis keras yang tahun lalu merebut padang pasir utara negara itu. Sejak itu, ribuan tentara dari negara-negara Afrika juga telah dikerahkan, dan Prancis berencana untuk mulai menarik pasukannya bulan depan.