REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bocornya draf surat perintah penyidikan (Sprindik) Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum langsung membuat KPK membentuk Komite Etik.
Juru bicara KPK Johan Budi Sp mengungkapkan, Komite Etik akan menyelidiki siapa pelaku dibalik kebocoran tersebut. Lima anggota Komite Etik terdiri dari dua orang yang berasal dari internal KPK, sementara tiga lainnya dari eksternal KPK.
Sejumlah pertanyaan pun muncul dengan adanya dua pimpinan KPK dalam komite etik tersebut sehingga terkesan KPK memeriksa diri sendiri.
Mantan hakim dan pengamat hukum dari Universitas Padjadjaran Asep Iwan Iriawan mengungkapkan, adanya internal KPK dalam Komite Etik memang diperlukan.
"Sebenarnya pembentukan komite etik tersebut melibatkan dua unsur, internal dan eksternal KPK. Yang eksternalnya jauh lebih banyak dari internalnya," jelas Asep saat dihubungi RoL, Senin (25/2).
Menurut Asep, pelibatan unsur internal KPK agar lebih memperlancar penyidikan saja. Jadi tidak mungkin istilah ‘memeriksa diri sendiri’. Menurutnya, peran mereka yang dari eksternal KPK jauh lebih banyak sebagaimana kasus wisma atlet dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin pada 2011 lalu,
Ketika itu, KPK juga membentuk Komite Etik yang terdiri dari dua orang dari internal KPK, yaitu Penasehat KPK, sementara empat orang lainnya dari eksternal KPK.