REPUBLIKA.CO.ID, ASLANSING -- Dua persoalan besar dihadapi pemuda Muslim di AS. Kedua persoalan itu saling terkait dan menuntut keaktifan pemuda Muslim.
Persoalan pertama, penggunaan bahasa Inggris. Persoalan ini masih dialami para pemuda Muslim yang kebetulan berasal dari keluarga imigran.
Mereka terbiasa menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar, padahal tempat tinggal mereka saat ini kebanyakan menggunakan bahasa Inggris.
Hindi Al-Elham, mahasiswa Universitas Illinois mengungkap seorang pelajar Muslim minimal harus menguasai bahasa Inggris. Ini untuk memudahkan para pelajar bersosialisasi. "Sebenarnya, memang ada lima bahasa yang digunakan," kata dia seperti dikutip Times Sun, Selasa (26/2).
Situasi itu sebenarnya dipahami dengan baik oleh sebagian sekolah di AS. Para guru merekomendasikan orang tua, utamanya dari kalangan imigran, untuk membiasakan berbicara bahasa Inggris. Kebiasaan ini diharapkan mempermudah pelajar dan mahasiswa Muslim menguasai bahasa Inggris.
Persoalan lainnya, sterotipe negatif tentang Islam dan Muslim. Masalah ini juga ada hubungannya dengan penguasaan bahasa Inggris di kalangan pelajar Muslim. Kendala bahasa membuat mereka kesulitan meluruskan kesalahpahaman.
Kendati demikian, kendala bahasa tidak serta merta membuat pelajar dan mahasiswa Muslim urung memberikan sumbangsihnya. Itu terlihat dari sejumlah workshop yang digelar mereka.
Bak gayung bersambut, apa yang diselenggarakan para pelajar dan mahasiswa menarik minat masyarakat, utamanya dari kalangan akademisi. Sina Ruffin, seorang guru mengaku sangat terbantu dengan workshop tersebut. "Saya ingin belajar tentang hal yang tidak saya ketahui," kata Sina.
Tak sedikit dari peserta yang kemudian memuji. "Saya tidak pernah mengetahui informasi tentang Islam dan Muslim. Jadi, informasi tentang kedua hal itu menjadi sangat penting," ungkap Jean Mendoza, yang juga seorang guru.
Sebelum mengikuti workshop, Jean banyak mencari tahu dengan menyambangi masjid. Namun, tidak mudah baginya mendatangi masjid. "Ada kesan, kedatangan saya mengunjungi masjid seperti kegiatan yang berbahaya," ujarnya.
Jean mengatakan penting bagi masyarakat AS mengenal budaya lain. Ada kecenderungan masyarakat AS malas melakukannya. "Pastinya, rasa malas itu lebih banyak disebabkan ketidaknyamanan berhubungan dengan Islam dan Muslim," papar Jean menambahkan.
n