REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPK) melaporkan 26 perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan, dan kehutanan ke Mabes Polri, Ahad (26/2).
Dalam pengaduannnya, BPK menyertakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2011 ke Mabes Polri untuk diusut lebih lanjut. Dalam LHP tersebut, tertera kerugian negara yang disinyalir hingga Rp 90,6 miliar akibat perusahaan tersebut.
ICW berujar, audit yang dilakukan oleh BPK umumnya tepat dan menyasar pada poin penyimpangan yang ditutup sekalipun. “Dengan laporan yang disertai petunjuk-petunjuk awal dari BPK, tentunya polisi hanya tinggal meneruskan saja,” kata Koordinator ICW Febri Hendri kepada Republika, Selasa (26/2).
Febri menjelaskan, dengan petunjuk lokasi yang dikatakan oleh BPK, wajar banyak terjadi penyimpangan di sana. Dia pun tak menampik akan adanya kongkalikong antara perusahaan dengan pemerintah daerah.
“Setahu saya laporan ini banyak memuat unsur tentang izin-izin yang dilanggar. Mengenai hal ini mudah ditebak dari mana muara izin itu muncul. Polisi harus bisa usut sampai ke situ,”ujarnya.
Febri pun menjamin, bila Polri mampu menguak tuntas tipikor yang dilakukan oleh 26 perusahaan ini, maka fakta mengenai jumlah uang yang menjadi kerugian negara akan terkuak. “Dunia pertambangan, perkebunan, dan perhutanan sangat rawan dimainkan. Jumlah kerugian pasti lebih besar dari itu,” kata dia.