REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA--UNICEF, Selasa (26/2) mengatakan sangat memerlukan 45 juta dolar AS untuk membantu anak-anak di Mali yang dilanda konflik. Saat ini di negara itu ancaman kekerasan dan perdagangan manusia telah berputar membentuk krisis pangan berkepanjangan.
Dana itu mendesak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti perawatan kesehatan, gizi, pendidikan dan perlindungan selama tiga bulan ke depan. Keterangan itu disampaikan juru bicara UNICEF, Marixie Mercado, kepada wartawan.
Ratusan ribu warga Mali meninggalkan rumah mereka. Eksodus itu terjadi setelah tahun lalu wilayah utara direbut oleh kelompok gerilyawan yang mengambil keuntungan dari pemberontakan oleh komunitas Tuareg. Jumlah tersebut telah meningkat selama serangan yang dipimpin Prancis terhadap gerilyawan pada Januari.
"Dampak pada anak-anak telah sangat akut," kata Mercado. "Pengungsian telah menempatkan anak-anak pada peningkatan risiko eksploitasi seksual, kekerasan berbasis jender, perdagangan, pemisahan, perekrutan ke kelompok-kelompok bersenjata, serta paparan ranjau dan senjata belum meledak atau bom yang ditinggalkan perang," katanya menambahkan.
Ironisnya, konflik makin meningkat pada tahun-tahun ketika kekeringan melanda Mali dan kawasan di wilayah Sahel Afrika utara. Saat ini jutaan orang menghadapi kelaparan.
"Kawasan secara keseluruhan sedang mengalami krisis gizi berkelanjutan dan anak-anak yang terkena dampak krisis Mali berada pada risiko tertentu dan kebutuhan bantuan sangat mendesak," kata Mercado.
Diperkirakan terdapat 660.000 anak di bawah usia lima tahun di Mali. Mereka, menurut UNICEF, diprediksi menghadapi kekurangan gizi dalam tahun ini.