Rabu 27 Feb 2013 16:59 WIB

Sindiran Mega Soal Migas, dari Asing, Qadafi, Hingga Pertamina

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Djibril Muhammad
Megawati Soekarnoputri
Foto: Antara
Megawati Soekarnoputri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan, pemerintah belum bisa melaksanakan mandat Pasal 33 UUD 45 di mana bumi dan kekayaan digunakan untuk kepentingan bangsa.

Sejak ia menjabat sebagai presiden sampai hari ini, blok-blok minyak masih dikuasai asing. "Saya lihat semua hanya bendera asing saat melihat blok-blok minyak di seluruh Indonesia. Di mana bendera merah putih," katanya dalam acara Seminar Nasional Migas untuk Kemandirian Energi di KOmpleks Parlemen, Senayan, Jakarta, (27/2).

Pada abad 21 ini, ujar Mega, blok-blok minyak hanya dibagi-bagi kepada perusahaan minyak asing maupun investor di bidang perminyakan. Mereka yang memanfaatkan serta memproduksi hasil energi fosil Indonesia. "Sedangkan ahli-ahli perminyakan Indonesia hanya menjadi pembantu mereka saja," ujarnya.

Dulu pada masa Bung Karno, kata Mega, orang-orang asing juga meminta jatah yang lebih besar dalam kontrak karya (KK). Dengan alasan mereka membawa peralatan yang sangat berat dan mahal.

Namun Bung Karno dengan lantang menyatakan, 'Walaupun kamu membawa peralatan berat dan banyak, percuma saja jika saya tidak member izin. Kamu tidak akan mendapat  apa-apa.' "Wah, ternyata ayah saya pintar juga ya," katanya seraya tertawa.

Mega merasa prihatin melihat kontrak karya migas yang semakin lemah saat ini. Kontrak karya banyak yang dikuasi asing. "Saya bukan anti asing tapi saya lebih cinta kepada republik ini. Rasanya menyedihkan melihat minyak dihisap orang asing," katanya menyedihkan.

Di Indonesia, ujar Mega, banyak sekali universitas yang bagus seperti ITB. Namun mengapa minyak tidak dibor sendiri. Lagi pula alat pengebor minyak di manapun sama saja, tidak ada bedanya.

"Saya ke Texas alat pengebornya juga sama saja dengan yang dipakai di Indonesia. Mengapa kita malah suka dijadikan pembantu asing dalam mengebor minyak," ujarnya.

Bung Karno, terang Mega, mengajarkan Pancasila sebagai dasar filosofi. Pancasila diwujudkan melalui kedaulatan di bidang politik dan mandiri secara ekonomi. Namun hingga saat ini Indonesia belum mandiri secara ekonomi.

Blok minyak, kata Mega, banyak tersebar di Indonesia. Namun minyak masih impor. Ini terjadi karena minyak mentah dibawa ke negara asing, diolah di sana. Setelah menjadi produk jadi, minyak dijual kembali ke Indonesia dengan harga yang jauh lebih tinggi. Asing yang menikmati keuntungan ini.

Minyak, ujar Mega, selalu menjadi permasalahan. Di Timur Tengah sedang bergolak, semua itu sumbernya adalah minyak. Ia pernah bertemu dengan almarhum Presiden Libya Muammar Qadafi. "Saya kenal betul dengan kepribadian beliau," ujarnya.

Dalam pertemuan itu Qadafi bercerita kepada Mega suatu ketika negaranya pasti akan diserang asing. Sebab minyak di Libya seperti cawan yang ditutup, siapa yang tidak akan tergoda minyak Libya.

"Sekarang sudah terbukti Libya dihancurkan atas nama demokrasi yang dibawa asing. Apa yang terjadi di Irak  juga sama, semua karena minyak," katanya.

Pada masa kecil dulu, kata Mega, istana bisa memasak menggunakan gas yang dialirkan menggunakan pipa. Namun sekarang masalah gas dan minyak selalu diributkan. Pertamina juga selalu mengeluh merugi terus-menerus.

"Bohong kalau dibilang rugi terus. Jelek-jelek begini saya pernah menjadi presiden, minyaknya ada di Indonesia masak selalu merugi, berarti orangnya yang tidak benar," katanya.

Pasal 33 UUD 1945, lanjut Mega, adalah pasal yang bunyinya sangat bagus. Namun sangat menyedihkan kalau hanya bagus di atas kertas tanpa ada implementasinya. "Jangan sampai minyak kita terus dikuasai asing, pikirkan anak cucu selanjutnya," katanya seraya mengingatkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement