REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang untuk ke-11 kali menyita rumah mewah milik Irjen Pol Djoko Susilo mendapat apresiasi dari Indonesia Police Watch (IPW).
Di balik langkah itu, sebenarnya tersimpan pertanyaan yang membuat KPK dinilai telah bersikap diskriminatif.
"Namun yang jadi pertanyaan, kenapa KPK tidak menyita rumah tersangka korupsi lainnya, seperti Gayus (Tambunan), Angelina Sondakh, Nazaruddin," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, dalam pesan singkatnya kepada ROL, Rabu (27/2).
Dalam melakukan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, diharapkan dia, lembaga antirasuah itu tidak tebang pilih dan bersikap diskriminatif. Sehingga, KPK tidak dituding telah diperalat pihak tertentu, untuk 'menghabisi' figur-figur tertentu.
"Berkaitan dengan itu KPK diharapkan pula mengembangkan kasus-kasus korupsi yang ada ke dalam kasus pencucian uang, sehingga rumah para tersangka, seperti Gayus, Angelina, Nazarudin dan lainnya bisa disita KPK," tutur Neta.
Sementara untuk kasus yang menimpa Andi Mallaranggeng dan Anas Urbaningrum, ia melanjutkan, KPK diharapkan melakukan penyitaan terhadap rumah para tersangka kasus Hambalang tersebut.
Selain itu, ia menambahkan, KPK juga diharapkan melakukan perlindungan maksimal terhadap Nazaruddin yang sudah menjadi pembuka atau 'peniup pluit' dalam kasus Hambalang maupun kasus Simulator SIM.
"Dengan demikian dugaan keterlibatan tiga anggota DPR, Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin dan Herman Heri dalam kasus Simulator SIM bisa cepat terungkap. KPK juga diimbau segera memeriksa ketiga anggota DPR tersebut," beber Neta.
Dalam kasus Simulator SIM, ia menyarankan, KPK jangan hanya berhenti pada Irjen Djoko Susilo. Berbagai pihak yang diduga terlibat, baik di internal maupun eksternal Polri harus diseret ke pengadilan Tipikor agar kasus ini tuntas secara terang benderang.