REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nur Aini, Nashih Nashrullah
Kasus perkosaan massal yang terjadi di India beberapa waktu lalu, sangat menyayat perasaan publik. Demonstrasi besar-besaran di negara itu marak digelar di berbagai kota. Tren kasus perkosaan pun meningkat tiap tahunnya di negara pengusung demokrasi itu.
Syekh Umar bin Muhammad bin Ibrahim dalam Ahkam al-Janin fi al-Fiqh al-Islami, menjelaskan perkosaan dalam kajian fikih klasik dikenal dengan istilah ightishab.
Secara terminologi, kata itu berarti pengambilan hak secara zalim dan dengan paksaan. Ini kemudian dipakai untuk perampasan kehormatan perempuan secara paksa. Tindakan kriminal tersebut, merupakan aksi bejat yang dikecam semua agama.
Sayangnya, hukum positif yang menjerat pelaku, tak bisa membuat jera. Tak hanya di India, bahkan kecenderungan peningkatan itu terjadi di berbagai belahan dunia.
Data statistik yang dihimpun Institusi Eropa untuk Pencegahan dan Kontrol Kriminal menempatkan Belgia, Islandia, dan Norwegia dalam lima besar negara dengan jumlah perkosaan tertinggi per kapita.
Kasus perkosaan di Belgia terjadi pada 0,299 per 1.000 orang pada 2008 sehingga menempatkannya di posisi tiga dunia. Data itu menghimpun kasus perkosaan di 50 negara di dunia.
Negara dengan kasus perkosaan per kapita tertinggi ditempati negara di benua Afrika, Lesotho karena menimpa 0,844 per 1000 orang. Posisi kedua dengan kasus perkosaan per kapita tertinggi ditempati Selandia Baru dengan angka 0,315 per 1.000 orang.
Israel menempati posisi keenam untuk negara dengan kasus perkosaan tertinggi perkapita. Kasus perkosaan di Israel terjadi pada 0,166 per 1.000 orang.
Angka itu disusul negara Eropa lainnya, yakni Finlandia dengan kasus perkosaan terjadi untuk 0,141 perkapita. Chile, Mongolia, dan Irlandia juga berada di posisi 10 besar.
Menariknya, negara-negara Arab justru memiliki kasus perkosaan per kapita yang lebih rendah. Mesir berada di posisi terakhir atau 50, jauh meninggalkan kasus perkosaan di Israel.
Jumlah perkosaan di Mesir hanya 0,001 per 1.000 orang. Sementara, jumlah kasus perkosaan rata-rata di dunia menimpa 0,1 per 1.000 orang.
Umar menegaskan, sanksi yang diterapkan oleh Islam terhadap pelaku sangat keras. Sanksi itu tetap berlaku, meskipun sang pelaku berkenan menikahi korban. Dari segi hukuman, para ulama sepakat hukum pemerkosa seperti sanksi atas pelaku zina, yaitu had.
Jika pelaku menikah dan beristri, hukumnya ialah rajam. Sedangkan bila yang bersangkutan masih lajang, ia harus dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun.
Menurut Imam Malik, selain hukuman itu maka pelaku wajib membayar ganti rugi dari mahar. Sanksi tersebut hanya dijatuhkan pada pelaku. Sementara korban, tidak menerima hukuman yang sama.
Syekh Sulaiman al-Baji mengatakan pendapat ini juga diamini Imam Syafii, Imam Laits dan salah satu riwayat dari Ali bin Abi Thalib. Namun, di kalangan Mazhab Hanafi, pelaku tidak wajib membayar mahar.
Dalam kitab al-Istidzkar, Ibn Abdil Barr, menegaskan para ulama sepakat hukum had atas pelaku perkosaan jika bukti-bukti kuat menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah pelakunya.
Jika tidak terbukti, lantaran sanggahan tersangka maka hakim tetap bisa menjatuhkan hukuman berupa takzir yang bisa membuatnya takut dan jera. Ini berdasarkan pertimbangan sebagai pelajaran bagi khalayak.
Maraknya kasus perkosaan dengan kekerasaan dan intimidasi senjata, kata Ibn Abdul Barr, pada dasarnya juga menjadi perhatian Islam. Justru, sanksi atas para pelaku dalam kasus ini sangat besar.
Hakim bisa menjatuhkan hukuman mati, salib, dan pemotongan tangan. Kejahatan mereka termasuk kategori pembuat onar dan teror di muka bumi.
Sanksi tersebut sesuai dengan ayat, “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS al-Maidah [5]: 3).
Ia menambahkan, sanksi serupa juga berlaku bagi para pemerkosa anak di bawah umur. Bahkan, hakim memiliki kewenangan untuk menjatuhkan langsung sanksi mati pada kasus perkosaan di bawah umur.
n