REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan laju inflasi pada Februari 2013 yang tercatat mencapai 0,75 persen. Ini merupakan angka tertinggi dibandingkan bulan yang sama dalam sepuluh tahun terakhir.
"Inflasi ini memang cukup tinggi dalam sepuluh tahun terakhir," ujarnya dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (1/3).
Menurut Suryamin, salah satu penyebab laju inflasi tinggi pada Februari ini karena adanya kebijakan pembatasan impor komoditas holtikultura yang dilakukan pemerintah sehingga menyebabkan kenaikan harga. "Kebijakan pemerintah ini menyebabkan kenaikan harga, padahal permintaan tinggi dan suplai dalam negeri masih menyesuaikan," katanya.
Ia mengharapkan pemerintah dapat mengantisipasi kenaikan harga komoditas tersebut, karena laju inflasi pada awal tahun ini sudah termasuk tinggi. "Mudah-mudahan seterusnya tidak terlalu tinggi dan tidak ada tekanan terhadap harga," ujarnya.
Suryamin menambahkan inflasi pada Februari dipengaruhi inflasi umum yang tercatat mencapai 0,75 persen, inflasi inti (0,30 persen), harga diatur pemerintah (0,72 persen) dan harga bergejolak (2,32 persen). Tingginya harga diatur pemerintah, menurutnya, memperlihatkan pengaruh kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang diberlakukan pada awal tahun mulai terasa.
Sementara berdasarkan komponen pengeluaran, kelompok bahan makanan masih menjadi penyumbang inflasi terbesar yaitu 2,08 persen yang diikuti kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,82 persen. Kemudian, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (0,47 persen); kelompok kesehatan (0,56 persen) serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga (0,19 persen).
Dengan demikian, inflasi tahun kalender Januari-Februari 2013 tercatat mencapai 1,79 persen dan inflasi year on year (yoy) 5,31 persen. Sedangkan inflasi komponen inti 0,30 persen dan inflasi inti year on year (yoy) 4,29 persen.