REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Arab Saudi menahan 176 orang, termasuk 15 wanita, karena berunjukrasa tanpa izin untuk menuntut pembebasan tahanan Islam, kata kantor berita resmi SPA pada Jumat malam.
Kantor berita itu, yang mengutip juru bicara polisi, mengatakan pengunjukrasa tersebut ditahan setelah membubarkan diri di dekat kantor biro penyelidik dan kejaksaan di Buraida, Arab Saudi tengah.
Juru bicara itu menuduh para pemrotes bertindak atas nama "kelompok-kelompok pembangkang"--satu istilah yang biasa digunakan pihak berwenang mengacu pada kelompok garis keras Alqaidah.
Unjukrasa dilarang di Arab Saudi, satu kerajaan Muslim yang ultra-konservatif yang relatif tidak tersentuh pemberontakan di negara-negara Arab (Arab Spring).
Kelompok-kelompok kecil wanita berunjuk rasa hampir setiap hari di Buraida, utara Riyadh untuk menuntut pembebasan para keluarga Islam yang dipenjarakan, dan belasan pemrotes melakukan satu unjuk rasa duduk dekat penjara Buraida September tahun lalu.
Pada saat itu polisi membubarkan para pemrotes dan pihak berwenang kemudian memperingatkan mereka akan menindak "tegas" unjuk-unjuk rasa, yang menimbulkan kecaman dari kelompok hak asasi manusia Amnesti Internasional yang mendesak Royadh mencabut ancamannya.
Pada hari Jumat kelompok HAM yang bermarkas di London itu mengecam penahanan-penahanan terbaru itu. "Ini adalah permainan kucing dan tikus pihak berwenang di Arab Saudi," kata Philip Luther, direktur Amnesti Internasional untuk Timur Tengah dan Afrika.
"Dari pada menghukum para pemrotes damai, adalah lebih baik pemerintah Arab Saudi mendengar tuntutan mereka bagi pembebasan semua yang ditahan karena menggunakan hak-hak asasi manusia mereka."
Amnesti mengatakan para pemrotes sedang mengusahakan pembebasan "lebih dari 50 wanita dan anak-anak" yang ditahan setelah satu demonstrasi yang sama dua hari sebelumnya.
Para wanita dan anak-anak itu "menuntut pembebasan para keluarga mereka,yang ditahan tanpa tuduhan atau diadili atau masa hukuman mereka berakhir," kata kelompok HAM itu.
Beberapa wanita juga menyerukan pemecatan menteri dalam negeri negara itu karena "kecaman terhadap negara itu diabaikan," katanya.
Gelombang serangan Alqaidah yang mematikan di kerajaan itu antara tahun 2002 dan 2006 memicu tindakan keras Arab Saudi yang menutup cabang lokal kelompok yang didirikan Osama bin Laden (almarhum) itu.
Satu organisasi hak asasi manusia yang independen Arab Saudi mengatakan ada sekitar 30.000 tahanan politik di kerajaan Teluk itu, satu tuduhan yang dibantah Riyadh, dengan mengatakan tidak ada seorangpun tahanan politik.