Rabu 06 Mar 2013 10:33 WIB

Calhaj Sakit Tak Boleh Berangkat

Rep: agus raharjo/ Red: Damanhuri Zuhri
Seorang calon jamaah haji mendapatkan suntikan vaksin Meningitis pada pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangsel, Pamulang, Tangsel.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Seorang calon jamaah haji mendapatkan suntikan vaksin Meningitis pada pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tangsel, Pamulang, Tangsel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) perlu melakukan koordinasi lebih intensif dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait pemeriksaan kesehatan calon jamaah haji (calhaj).

Sebab, banyak kasus calhaj yang berangkat ke Tanah Suci dalam keadaan sehat, tapi kemudian kesehatannya menurun.

‘’Kita perlu koordinasi yang lebih kuat lagi soal istitho'ah ini dengan pihak terkait," kata Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama Ahmad Kartono, Selasa (5/3) di Jakarta.

Kemenag menjadi gerbang terakhir terkait kemampuan atau istitho'ah calhaj yang berangkat atau tidak ke Tanah Suci. Secara kesehatan, kata Kartono, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) juga sudah membuat sistem pemeriksaan secara bertahap.

Pertama, pemeriksaan di tingkat kecamatan melalui Puskesmas. Lalu ada pemeriksaan kesehatan di embarkasi sebelum calhaj dinyatakan memenuhi syarat kesehatan atau tidak.

Melalui panitia penyelenggara haji di embarkasi inilah calhaj akan dinyatakan berhak berangkat atau tidak. "Jika kesehatan tidak memenuhi, harusnya tidak diberangkatkan," kata Kartono.

Ia mengakui, masih butuh koordinasi yang intensif untuk menentukan persyaratan kemampuan kesehatan calhaj. Sebab, meskipun sudah ada tahap pemeriksaan kesehatan, faktanya masih ada kasus calhaj yang kesehatannya menurun setelah diberangkatkan.

Contohnya, pada penyelenggaraan haji lalu, ditemukan calhaj yang harus cuci darah sampai membawa kantong darah ke Arab Saudi.

Kondisi seperti itu, kata dia, harusnya tidak diizinkan berangkat. Sebab, ibadah haji yang dilakukan juga tidak maksimal. Ia telah meminta dokter di embarkasi bersikap tegas dan teliti dalam menentukan boleh tidaknya calhaj berangkat ke Tanah Suci.

Kartono mengungkapkan, banyak kasus calhaj yang sebelum berangkat kondisinya stabil, tapi kesehatannya menurun drastis setelah terbang. Ini kerap terjadi ketika calhaj banyak yang sakit saat berada di Tanah Suci.

Penyakit bawaan

Masalah kesehatan selalu menjadi persoalan tersendiri yang harus dihadapi calhaj. Di satu sisi, tidak boleh ada larangan niat orang untuk beribadah. Tapi, di sisi lain, kesehatan calhaj kadang tidak sejalan dengan niat beribadah.

Banyak kasus meninggalnya jamaah haji bukan karena penyakit dari Arab Saudi, melainkan penyakit bawaan calhaj sebelum berangkat ke Tanah Suci.

Wakil Menteri Kesehatan Ali Gufron Mukti mengatakan, pihaknya sudah memiliki kriteria kondisi kesehatan calhaj yang layak diberangkatkan atau tidak. Bahkan, Kementerian Kesehatan sudah memberikan rekomendasi kepada Kemenag terkait hasil pemeriksaan awal atau screening kesehatan calhaj.

Namun, kebijakan berangkat atau tidaknya calhaj bukan wewenang Kemenkes. "Kita sudah melakukan screening kesehatan calhaj, dan sudah kita laporkan," kata Gufron.

Gufron menambahkan, ada tiga klasifikasi yang dibuat Kemenkes terkait kesehatan calhaj. Pertama, calhaj diklasifikasikan sehat dan boleh berangkat ke Tanah Suci.

Kedua, calhaj dianjurkan untuk terapi dan perawatan agar kesehatannya kembali stabil sampai berangkat. Terakhir, calhaj dianjurkan tidak berangkat ke Tanah Suci karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan.

Pada penyelenggaraan haji tahun lalu, jelas Gufron, Kemenkes memberikan rekomendasi agar tidak memberangkatkan calhaj yang menderita diabetes akut dan kusta basah. Namun sekali lagi, kata dia, domain kebijakan memberangkatkan calhaj bukan di Kemenkes.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement