REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian BUMN memutuskan akan melikuidasi PT Energi Manajemen Indonesia (EMI) karena kondisi keuangan yang semakin memburuk. "Ya, kalau EMI tidak bisa dikembangkan lagi terpaksa dilikuidasi," kata Menteri BUMN Dahlan Iskan, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (7/3).
Menurut Dahlan, likuidasi merupakan jalan terakhir dalam menangani BUMN bermasalah. "Dari pada perusahaan terus terbebani, apa boleh buat, sebaiknya dilikuidasi saja," katanya.
EMI perusahaan yang bergerak dalam bidang manajemen energi tersebut sesungguhnya pernah menjadi rebutan untuk diakuisisi antara PT PLN dan PT Perusahaan Gas Negara (PLN). Pengalihan 100 persen saham milik negara yang terdapat di EMI itu sejalan dengan penyelamatan dan pengembangan perseroan.
Namun PLN yang lebih berpeluang mengakuisisi EMI karena bisnis kedua perusahaan yang hampir sama, diisukan tidak akan melanjutkan rencana tersebut. Menurut Dahlan, jika PLN dan PGN sama-sama tidak mau mengambilalih EMI, tidak ada jalan lain harus dilikuidasi.
Berdasarkan catatan, EMI pada 2011 memiliki utang sebesar Rp 28 miliar, dengan ekuitas sekitar Rp 4 miliar atau tergerus 63,36 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 11 miliar. Kesulitan keuangan mendera perusahaan, di mana ekuitas menurun akibat kerugian yang terus menerus, dan dikhawatirkan pada 2012 neraca perusahaan ini akan negatif.
Perseroan juga mencatatkan rugi bersih pada 2011 sebesar Rp 7 triliun, padahal penjualan berhasil dikantongi sebesar Rp 9 triliun. Sebagian besar pendapatan berasal dari proyek pemerintah dan BUMN.
Dalam periode 2008-2011, proyek yang ditangani perseroan didominasi oleh jasa audit energi dan pelatihan, sementara akses ke sumber pendanaan sangat terbatas. Untuk "return on asset" (ROA) tercatat negatif 22 persen, "return on equity" (ROA) negatif 145 persen, serta Debt to Equity Ratio (DER) tercatat 700 persen.
Saat ini, jumlah karyawan Energi Manajemen sebanyak 70 orang, terdiri dari 30 orang tenaga "engineer" dan 47 orang tenaga pendukung.