REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Gerindra menyanyangkan meletusnya konflik antara tentara dan polisi saat penyerangan ke Polres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, Kamis (7/3) kemarin.
Kesenjangan wewenang antara TNI dan Polri dinilai penting untuk dievaluasi. Pasalnya, bentrok berkali-kali antara kedua institusi itu diduga dilatarbelakangi oleh persoalan kewenangan.
"Perlu dikaji akar masalah, termasuk UU yang menaungi kedua institusi. Kesenjangan kewenangan adalah salah satu yang perlu dievaluasi," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon melalui rilis pers, Jumat (8/3).
Lebih lanjut, Fadli menekankan, harusnya dibangun komunikasi yang intens antar anggota TNI dan Polri. Tidak hanya pimpinan tertinggi, namun hingga ke level bawah.
Masing-masing institusi harusnya mengikis ego sektoral. Sebagai instrumen keamanan dan pertahanan negara, TNI-POLRI harus diikat oleh kesamaan tujuan, walaupun memiliki perbedaan tugas.
Kejadian yang berujung pada aksi pembakaran Mapolres OKU itu, menurut Fadli, juga merupakan evaluasi terhadap regulasi yang ada. Diantaranya Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri, UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, dan UU Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
"Namun aturan pelaksanaan dari regulasi tersebut belum diselesaikan. Inpres Kamtibmas Nomor 2 tahun 2013 juga masih belum bisa menjawab pemisah regulasi," ujarnya.
Sehingga,hal itu menjadi sumber penyulut konflik karena ketidaktegasan batasan wewenang masing-masing instutusi. Presiden, ujar Fadli, harus segera membuat aturan-aturan pelaksanaan yang memadai.
Solusi ke depan adalah memastikan agar proses hukum berjalan dengan baik. Hukum harus ditegakkan, serta pihak-pihak yang bersalah, mendapat sanksi sepadan.
"Tak sepantasnya konflik ini terjadi antar dua institusi negara," ungkap Fadli.