REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Aktivis dari Human Rights Watch (HRW), Peter Bouckaert, menganalisis latar belakang kelompok pemberontak Martir Yarmouk. Dari video yang tersebar, dia memperhatikan anggota pemberontak menenteng peluncur granat buatan Kroasia.
Analisis ini relevan dengan temuan media bulan lalu yang menampilkan pernyataan pejabat militer Amerika Serikat (AS) bahwa negara Arab Saudi mengirimkan senjata buatan Kroasia ke Suriah.
Sebanyak empat buah video yang diunggah di internet memperlihatkan jejeran kelompok pemberontak disertai tiga hingga enam aktivis PBB. Mereka meminta pihak militer Suriah tidak memasuki Jamla, karena masih dihujani bombardir senjata. Visualisasi tadi menepis pernyataan PBB yang merilis para aktivisnya ditahan 30 orang pemberontak bersenjata.
Presiden Filipina Benigno Aquino memberi keterangan pada media bahwa para aktivis dari negaranya ditangani dengan baik. Pihak PBB pun masih berkomunikasi intens dengan kelompok pemberontak untuk memastikan keselamatannya. “Secepatnya besok Kamis setidaknya kita berharap mereka dibebaskan,” jelas Aquino.
Pihak pemberontak dikenal lihai memanfaatkan teknologi untuk berkomunikasi. Setelah merilis video yang menuding pasukan pembela Assad berkomplot dengan aktivis PBB untuk menekan mereka, sarana media sosial Facebook pun dipakai. Akun Facebook bernama Yarmouk Martyrs itu meperbaharui status jika para tawanan aman dari bombardir pasukan Assad.
Bukan hanya pernyataan saja, tapi disertai gambar konvoi pasukan mereka di jalanan. Tidak lupa personil PBB yang disandera diperlihatkan berada di mobil PBB.
Sekjen PBB Ban Ki-moon ingin agar para aktivis segera dibebaskan. “Para peneliti PBB itu dalam misi mengatasi konflik Golan yang berlangsung empat dekade. Saat itu mereka berada di Pos Observasi 58 dekat Jmla. Mereka ditangkap 30 orang bersenjata,” urai Ban.