REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR--Umat Hindu di Kota Denpasar, Bali, Sabtu (9/3) sejak pagi memadati Pantai Padanggalak Sanur untuk melaksanakan ritual Melasti. Ritual ini sebagai rangkaian peringatan Hari Suci Nyepi.
"Ritual Melasti memang sengaja mencari sumber-sumber mata air sebagai sarana untuk penyucian pratima (benda-benda suci)," kata Pemangku (rohaniwan)Pura Desa Sumerta Jero Mangku Made Wiji di sela-sela memimpin persembahyangan di Pantai Sanur, Denpasar, Sabtu (9/3).
Ia menyampaikan umat Hindu di Bali umumnya melaksanakan ritual Melasti tiga hari sebelum Hari Suci Nyepi yang tahun ini jatuh pada 12 Maret 2013. Umat yang melaksanakan ritual Melasti berjalan beriringan dari Pura Desa atau Pura Bale Agung yang terdapat di tiap-tiap desa adat.
Ada juga umat ke Pantai Padanggalak Sanur dengan ramai-ramai naik truk dan mengendarai sepeda motor. "Kami di Desa Pakraman Sumerta memang sudah sejak dulu Melasti dengan berjalan kaki dan berangkat dari pura pada siang hari," kata Mangku Wiji.
Dari pengamatan terlihat umat Hindu yang memadati Pantai Padanggalak Sanur tidak hanya dari Desa Sumerta, ada yang berasal dari Desa Kesiman, Penatih, Tanjungbungkak, Pagan, dan Sanur.
Ritual Melasti diisi dengan persembahyangan bersama seluruh umat, memercikkan air suci, para pemangku membawakan tari pamendakan, menghaturkan "pakelem" atau sesajen berisi daging ayam dan bebek yang dihanyutkan ke laut, serta menyentuhkan benda-benda suci ke air laut.
"Persembahyangan ditujukan untuk memuja Ida Sanghyang Baruna dalam wujud manifestasi Tuhan sebagai penguasa lautan," ujarnya.
Sementara itu pendeta Hindu Mpu Jaya Acharyananda mengatakan, ritual Melasti juga menjadi upaya para orang tua untuk memberi pemahaman ritual kepada generasi muda dan mengajak melihat kondisi lingkungan.
Melasti, tutur dia, juga mengandung unsur pendalaman hakikat hidup, laksana lautan mendaur ulang menerima segala sesuatu baik buruk.
"Jadilah lautan. Lautan itu luas karena posisinya yang rendah sehingga bisa menampung banyak air. Artinya, pribadi manusia hendaknya menerima yang baik dan buruk sebagai motivasi untuk memperbaiki kehidupan," kata Mpu Acharyananda.