REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI--Puluhan ribu orang berunjuk rasa di Taipei pada Sabtu (9/3). Penyelenggara menyatakan mereka menuntut pemerintah memperhatikan pelajaran dari krisis atom Jepang dan menghapus fasilitas-fasilitas nuklir yang dimiliki Taiwan
Di jalan-jalan ibu kota Taiwan itu para pengunjuk rasa mengibarkan plakat dan bendera yang dicat. Intinya mereka menolak kehadiran fasilitas-fasilitas nuklir di Taiwan.
Slogan-slogan seperti "No Nuke, No Fear" dan "No Nuke for Our Children" tertera di plakat dan bendera ketika para pengunjuk rasa berkumpul di alun-alun di luar kantor presiden.
Kecemasan tentang fasilitas-fasilitas atom berkembang sejak gempa dan tsunami berkekuatan 9,0 pada skala Richter melanda Jepang pada 11 Maret 2011. Satu pembangkit listrik tenaga nuklir di Fushima lumpuh akibat bencana itu.
"Seperti Jepang, Taiwan merupakan pulau yang sering ditimpa banyak gempa dan saya pikir sangat berbahaya membangun satu pembangkit nuklir dekat Taipei," kata Lu Pei-ying, seorang siswa sekolah menengah atas.
Selain di Taipei unjuk rasa lain juga berlangsung bersamaan waktunya di kawasan-kawasan lain pulau itu. Lebih 50.000 orang ikut serta dalam unjuk rasa, kata penyelenggara dari Alainsi Aksi Warga Hijau.
Perkiraan polisi tentang jumlah pengunjuk rasa belum diketahui. Berada di antara dua patahan tektonik, Taiwan sering dilanda gempa. Pada Kamis, gempa berkekuatan 5,6 pada skala Richter mengguncang gedung-gedung di Taipei.
Lebih dari setengah rakyat Taiwan menginginkan pembangunan reaktor nuklir yang telah lama ditangguhkan untuk dihentikan karena alasan keamanan, menurut dua survei yang disiarkan Kamis (7/3) menjelang unjuk rasa massal tersebut.
Sebanyak 54 persen dari responden yang diwawancarai dalam satu survei yang dilakukan majalah mingguan Busniess Today mendukung pembatalan rencana pembangunan pembangkit tenaga nuklir -- yang merupakan reaktor keempat yang dimiliki Taiwan. Sementara, 23 persen menentangnya.
Kemudian, 63,5 persen meyakini reaktor-reaktor tenaga nuklir tidak aman. Sebaliknya 2,5 persen memandangnya aman dan 11 persen mengatakan mereka percaya bahwa pemerintah memiliki kemampuan untuk mengelola reaktor-reaktor tersebut, kata jajak pendapat itu.