REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Suatu paradoks muncul dari pengakuan tersangka pelaku mutilasi di Jakarta Timur, BS terhadap kuasa hukumnya Djarot Widodo. Dia mengatakan, siap dihukum mati, asalkan tidak dianiaya. BS mengakui takut untuk dianiaya.
Menurut Djarot, ketika dikenakan Pasal 340 subsider 338 juncto 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara, BS menyatakan siap dihukum walaupun itu berarti hukuman mati. ‘’Konsekuensi perbuatan,’’ kata dia di Polres Jakarta Timur, Senin (11/3).
Sebelumnya, pada Selasa (5/3) pagi, ditemukan potongan-potongan tubuh di pinggir Jalan Tol Cawang. Dari informasi seorang warga yang mendapatkan keterangan mengenai pelaku, keesokan harinya, Rabu (6/3) malam, polisi menciduk pelaku, yakni BS, pelaku pemotong istrinya, Darna Sri Astuti. Tersangka lain T, yang turut serta membantu membuang organ tubuh di Jalan Tol.
Di sisi lain, kata Djarot, pelaku takut dianiaya oleh narapidana lain di penjara. Bahkan Djarot sempat menghibur BS agar tidak takut dipenjara. ‘’Saya hibur, BS kamu kan mutilasi orang, kamu yang akan jadi raja di penjara,’’ ujar dia.
Pengacara yang ditunjuk oleh polisi ini mengatakan, tindakan BS itu sadis namun itu adalah kejahatan pertama yang dilakukan pelaku. Lalu pada saat pembunuhan, pelaku dalam keadaan emosional. Menurut pengakuan BS, dia membunuh karena cemburu istrinya berselingkuh. Informasi dari Djarot, BS sempat melihat Darna bersama laki-laki lain di jalan.