REPUBLIKA.CO.ID--Intelijen Militer Malaysia dianggap gagal total menjalankan tugas. Penilain serius itu dilontarkan mantan Panglima Militer Malaysia, Abdul Ghafir Abd Hamid.
Ia menuding ketidakbecusan tersebut terkait dengan ketidakmampuan mereka mengendus serangan bersenjata kelompok Sulu ke Sabah yang menyulut konflik bersenjata di daerah itu.
Abd Ghafir, yang kini anggota PKR, menyalahkan besarnya "campur tangan politik" dalam operasi intelijen militer. Dia menyalahkan kebijakan Divisi Intelijen Departemen Pertahanan dalam satu dekade terakhir yang lebih terfokus pada politik lokal daripada mengumpulkan informasi ancaman eksternal.
"Saya menekankan di sini, ada kegagalan total dan lengkap dari intelijen. Unit intelijen kita belum berfungsi sampai sekarang," katanya. "Ketika intelijen gagal, maka wilayah perairan kita dengan mudah diterobos asing," imbuhnya dalam konferensi pers di markas PKR. "Lebih parah lagi, ketika penyusup tiba, kita bahkan tidak tahu."
Abd Ghafir juga mengklaim sikap ragu Kuala Lumpur pada hari-hari awal serangan juga telah menyebabkan konflik semakin panjang hingga mengakibatkan hilangnya nyawa prajurit Malaysia.
Dia mengatakan butuh waktu 23 hari sebelum pasukan Malaysia diberi lampu hijau untuk melancarkan serangan. "Ini adalah waktu yang cukup bagi penyusup Sulu untuk mempersiapkan dan mengatur pasukan mereka," katanya.
Memperhatikan penanganan situasi di Sulu, Abd Ghafir menuntut permintaan maaf dari mereka yang bertanggung jawab atas "sikap ragu-ragu" dalam menangani penyusup.
"Kita harus mengakui bahwa ada kegagalan. Kita sebagai warga Malaysia harus menuntut permintaan maaf dari pemerintah karena kegagalan mereka sehingga nyawa pasukan keamanan kita dikorbankan," katanya.
Sejak serangan antara pasukan bersenjata Malaysia dan mulai pada tanggal 1 Maret, total 67 orang telah tewas, termasuk 56 militan Filipina, sembilan polisi Malaysia, dua tentara Malaysia dan satu anak laki-laki remaja, yang kewarganegaraannya belum diketahui.