REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Mahkamah Agung (MA) bingung jika pasal santet jadi diterapkan. ''Soal Pasal Santet, kita bingung, studi bandingnya ke mana?,'' kata Kabiro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, usai jumpa pers Pameran Kampung Hukum di gedung MA, Jakata, Rabu (13/3).
Rencana penerapan pasal santet dalam Rancangan KUHP saat ini sedang digodok DPR. Menurut Ridwan, salah satu kebingungan MA adalah karena negara lain belum pernah ada yang menjadikan santet masuk dalam UU Pidana. ''Kalau itu jadi, kita takut implementasinya kurang optimal. Kenapa? Karena kita tidak tahu harus studi banding ke negara mana?,'' jelasnya.
Untuk itu, Ridwan meminta agar DPR memikirkan ulang untuk memasukan pasal santet tersebut. ''Pendapat ahli di bidang hukum sangat dibutuh dalam merancang pasal santet ini. Oleh karena itu pembahasannya harus komprehensif, harus matang sebelum ditaruh ke UU. Jadi, masukan para ahli betul-betul dibutuhkan,'' paparnya.
Jika pasal santet jadi dituangkan dalam UU KUHP, lanjutnya, MA tidak yakin apakah UU itu bisa berjalan maksimal atau tidak. ''Kami juga belum mempunyai gambaran jika suatu hari nanti ada persidangan tentang perkara santet. Kalau itu jadi UU, dari segi pembuktiannya sangat riskan. Saya juga bingung tolak ukur-nya apa?,'' terang Ridwan.
Rancangan KUHP ini diserahkan dari pemerintah ke DPR pada Rabu (6/3) lalu. Delik santet ini diatur dalam pasal 296 Rancangan KUHP yang mengancam orang yang 'mengiklankan diri' bisa menyantet dipidana paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 300 juta.