REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya kasus mutilasi membuat Indonesia Police Watch (IPW) angkat bicara. IPW mengungkapkan ada tiga penyebab pelaku kriminal melakukan mutilasi terhadap korbannya.
''Tingkat kesadisan tersangka dlm memutilasi korbannya disebabkan tiga hal,'' kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane, di Jakarta, Kamis (14/3).
Pertama, tersangka begitu sakit hati pada korban, sehingga menyebabkan cara pembunuhannya berbeda. Ada yang harus pelaku kerjakan setelah membunuh, yaitu memutilasi. Dengan cara membunuh saja belum cukup meredakan sakit hatinya.
Alasan kedua, lanjut Neta, tersangka mendadak panik setelah mengetahui korban sudah tewas. Akibat dari kepanikan, pelaku berusaha menghilangkan jejak dengan memutilasi korban. ''Kepanikan tersebut lekat dengan ketakutan,'' kata Neta
Terakhir, pelaku memang memiliki kondisi kejiwaan yang tidak sehat alias kejiwaannya terganggu. Pelaku yang seperti ini, baru merasakan membunuh ketika memotong korbannya. Mereka tidak memiliki rasa bersalah.
Selain itu, Neta mengatakan, ada tren untuk mengikuti kasus sebelumnya pada deretan kasus mutilasi yang terjadi. Oleh karena itu, tuturnya, kemunculan dua kasus mutilasi yang berdekatan pada satu bulan terakhir diperkirakan karena faktor tren hendak mengikuti yang ada.
''Jika polisi bisa dengan cepat mengungkap kenapa pelaku memutilasi, tren ini tidak akan berkembang,"jelasnya. Dia melanjutkan, memang agak sulit untuk mengantisipasi peristiwa mutilasi karena kerap terjadi dengan spontan. Antisipasi hanya bisa dilakukan korban dan orang-orang di sekitarnya.
Kasus pembunuhan dengan mutilasi sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Tercatat, sejak tahun 1960 sudah ada kasus mutilasi, dengan tersangka bernama Aminah, yang tergolong sadis karena potongan-potongan daging korban dijadikan sop.